Antara Panteisme dan Kekristenan
Abstract
Colin Chapman berpendapat bahwa banyak ahli teologia dalam abad 20 ini telah dipengaruhi oleh agama-agama timur, yang memiliki dasar asumsi dari pandangan panteisme. Sekalipun mereka mengatakan bahwa mereka tidak meninggalkan konsep tentang Allah yang sudah dipegang selama sejarah kekristenan, melainkan hanya menafsirkan kembali ide tradisional ini dalam bentuk yang lebih masuk akal dan dapat diterima oleh orang zaman ini; tetapi kenyataannya justru rumusan-rumusan yang diberikan oleh mereka lebih dekat pada pandangan panteisme atau kompromi antara panteisme dan kekristenan. Seperti misalnya: Paul Tillich (1886-1965) menggambarkan Allah sebagai ‘Being Itself (keberadaan itu sendiri) lebih daripada ‘A Being’ (suatu keberadaan); demikian juga John Robinson, seorang Bishop dan teolog Anglikan menolak ide bjihwa Allah adalah ‘suatu oknum’ dan ia menganggap bahwa konsep Allah sebagai oknum, merupakan proyeksi manusia saja, bahkan ia menganjurkan agar kita berhenti membicarakan tentang keberadaan Allah. Memang bagi banyak orang, istilah ‘panteisme’ mungkin belum begitu dikenal, tetapi belum dikenal bukan berarti boleh diabaikan; justru karena kurang mengenal, sehingga tidak menyadari sudah berada di bawah pengaruhnya. Apalagi mereka menggunakan istilah yang sama untuk menyebut Allah, sehingga tanpa mengenal konsep pemikiran mereka, kita akan menyangka bahwa konsep mereka mengenai Allah sama dengan konsep Allah orang Kristen. Itu sebabnya kita akem menelusuri dahulu apa itu panteisme serta bentuk-bentuk panteisme yang muncul dalam perkembangannya. Baru kita akan mengevaluasi pandangan ini, berdasarkan iman Kristen.