• Login
    View Item 
    •   STT SAAT Institutional Repository
    • Faculty Research and Publications
    • Seminars
    • View Item
    •   STT SAAT Institutional Repository
    • Faculty Research and Publications
    • Seminars
    • View Item

    Perjanjian Lausanne 1974: Revitalisasi Missio Dei Evangelikal

    Thumbnail
    View/Open
    Perjanjian_Lausanne_1974_Revitalisasi_Mi.pdf (266.9Kb)
    Date
    2017
    Author
    Mamahit, Ferry Yefta
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Paradigma misi evangelikal sering dipahami secara sempit, bersifat salvific. Artinya, misi yang hanya menekankan usaha penginjilan dengan cara mengonversi (menobatkan) atau menyelamatkan “jiwa-jiwa yang terhilang,” orang-orang yang belum percaya kepada Yesus Kristus. Ada dua alasan umum di balik penekanan yang demikian: pertama, tafsir misiologis terhadap beberapa teks Alkitab (Mat. 28:19-20; Mrk. 16:15; Kis. 1:8) yang, menurut Joel Nichols, berbicara soal “ekspansi misi Kristen yang masif ke seluruh dunia;” dan, kedua,pengaruh teologi dispensasional, khususnya eskatologi yang menekankan percepatan kedatangan kerajaan 1000 tahun (kerajaan milenial Kristus yang hurufiah) melalui proyek-proyek pemenangan jiwa atau penginjilan yang agresif, seperti yang disinyalir oleh Andrew Bush. Karena itu, misi evangelikal telah distigma sebagai salah satu dari varian-varian misi Kristen yang agresif, dikotomis, sempit dan tidak mengubahkan. Pertanyaannya, apakah benar demikian? Meski ada beberapa fakta dan data pendukung, pemahaman di atas tampaknya tidak sepenuhnya benar dan perlu diubah. Perjanjian Lausanne 1974 telah menggeser paradigma misi evangelikal, dari misi yang bersifat parsial, sempit dan kurang berdampak transformatif menjadi lebih utuh, luas dan mengubahkan. Argumentasi utama tulisan ini adalah bahwa perjanjian ini sesungguhnya telah merevitalisasi misi evangelikal. Perjanjian Lausanne telah membawa misi evangelikal bergerak dalam sebuah trayektori yang berusaha mencari titik keseimbangan di dalam idealisme misi Allah (missio Dei) itu sendiri. Hal ini menegaskan apa yang dikatakan Rose Dowsett bahwa orientasi misi evangelikal pasca Perjanjian Lausanne adalah misi yang terpadu (integral mission),” yang mengintegrasikan penginjilan, pelayanan dan tindakan sosial secara bersamaan. Penjelasan dan diskusi argumentasi tersebut akan diuraikan dalam tiga sub-tema utama: retrospeksi, revitalisasi dan relevansi.
    URI
    http://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/1518
    Collections
    • Seminars

    Copyright © 2018  STT SAAT
    Contact Us | Send Feedback
    STT SAAT
     

     

    Browse

    All of DSpaceCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    LoginRegister

    Copyright © 2018  STT SAAT
    Contact Us | Send Feedback
    STT SAAT