dc.description.abstract | Roma 13:1-7 adalah salah satu perikop yang menarik perhatian banyak teolog maupun penafsir Alkitab. Bukan hanya karena bagian ini ada di dalam Surat Roma (yang sering menjadi medan perdebatan para teolog), tetapi juga merupakan bagian yang sering menimbulkan multitafsir, over-exegete, atau sering disalahgunakan. Misalnya, untuk menjustifikasi regim kekuasaan yang diktatorial dan tidak demokratis, atau dipakai sebagai landasan bagi sikap gereja yang anti-revolutionary. Di lain hal, perikop yang diberi judul oleh LAI “kepatuhan kepada pemerintah” ini juga dapat dipakai sebagai argumen kaum yang mendukung perlawanan kepada pemerintah (pro-resistance). Samuel Rutherford, di dalam traktat Lex, Rex (the Law and the Prince) menggunakan Rm. 13:1-7 sebagai argumen pendukung utama “for violent resistance against a political sovereign”. Dengan demikian, tampaknya penafsiran Rm. 13:1-7 dapat jatuh pada dua kutub yang berlawanan, yakni pro terhadap kepatuhan absolut atau pro terhadap perlawanan aktif (violently). Dalam upaya untuk memahami teks Roma 13:1-7 dari perspektif yang lain, maka penulis melakukan kajian terhadap teks ini dengan menggunakan metode eksegesis gramatika-historis. Metode ini mendasari proses penafsiran makna terhadap suatu bagian teks berdasarkan hasil analisis konteks sejarah dan konteks kesusastraan yang mengitari teks tersebut. Asumsi dalam metode ini ialah bahwa ada kebenaran atau makna teks yang pada mulanya dimaksudkan oleh penulis kitab Suci (Paulus dalam hal ini) untuk dipahami oleh pembaca mula-mula. Terlepas dari beberapa faktor lain yang mungkin mempengaruhi Paulus maupun jemaat kota Roma dalam memahami makna teks mula-mula, metode ini akan berfokus pada analisis konteks sejarah, yang meliputi analisis sosial, budaya dan politik; dan konteks kesusastraan, yang meliputi konteks literer dekat, konteks kitab, konteks literer jauh, serta konteks teologis kitab Roma. Tujuan akhir dari penelusuran ini adalah untuk membuat sintesa makna teks Roma 13:1-7 berdasarkan hasil eksegesis secara gramatika-historis, serta menentukan implikasinya baik secara teologis maupun praktis. | en_US |