dc.description.abstract | Salah satu budaya yang dihadapi oleh kekristenan di Indonesia adalah budaya orang Marapu di Sumba Timur. Sejak pertama kali masuk dalam kehidupan orang Marapu, kekristenan tidak diterima dengan baik oleh orang Marapu, terutama karena para utusan Injil pada waktu itu membawa Injil yang non-kontekstual dan mereka sendiri tidak diperlengkapi dengan pemahaman mengenai kehidupan sosial budaya dan pandangan dunia orang Marapu dengan baik. Akibatnya Injil yang berunsur budaya Barat tersebut disampaikan dalam bentuk yang asing di telinga mereka dan membuat Injil tersebut ditolak.
Hingga kini, ketegangan antara Injil dan budaya terus terjadi. Budaya menjadi penghambat terbesar dalam menjangkau orang Marapu bagi Kristus. Bahkan orang-orang Marapu yang telah menjadi Kristen masih tetap mempraktikkan tradisi atau kebiasaan lama mereka. Injil seolah tidak memengaruhi bahkan mentransformasi kehidupan orang Marapu secara holistik. Mereka memang telah beralih agama namun dalam praktiknya nilai dan pandangan hidup mereka yang lama lebih dijunjung tinggi dibanding Injil.
Untuk menjawab masalah tersebut, diperlukan sebuah penginjilan yang kontekstual dan transformatif. Penginjilan ini juga perlu didahului oleh observasi yang mendalam untuk menemukan hal-hal yang dapat digunakan sebagai jembatan untuk masuk dalam penginjilan. Tujuannya agar pada waktu Injil tersebut dikontekstualisasikan menggunakan unsur-unsur budaya seperti bahasa dan pandangan dunia mereka, Injil benar-benar relevan dan cocok dengan konteks hidup mereka. Dengan demikian, hal tersebut dapat menolong mereka untuk memberi respons yang tepat kepada Injil. Inti dari penginjilan kontekstual, sejatinya adalah bukan hanya sekadar membuat orang Marapu berpindah kepercayaan, namun Injil tersebut dapat mentransformasi sikap, nilai, dan worldview mereka sesuai dengan firman Tuhan. Bahkan, mereka juga dapat sepenuhnya hidup mengasihi Tuhan Yesus. | en_US |