dc.description.abstract | Dalam perkembangan dunia penafsiran Alkitab, khususnya dalam teks PL, banyak sarjana telah berusaha untuk merumuskan rumusan terbaik dalam mendekati PL. Berbagai pendekatan telah diusulkan dari zaman ke zaman, dan sekarang zaman telah berada pada sebuah babak baru: zaman post-modern di mana pendekatan yang lama harus dikembangkan sehingga dapat mengikuti tuntutan zaman, khususnya dalam hal penafsiran.
Tulisan ini menjelaskan mengenai penelitian terhadap pendekatan imajinasi yang dikembangkan oleh Walter Brueggemann dengan mempertanyakan bagaimana konsep dari pendekatan imajinasi yang dikembangkan oleh Brueggemann. Pendekatan imajinasi ini dikembangkan Brueggemann sebagai sebuah respons atas keadaan penafsiran di Amerika Serikat yang sangat dipengaruhi oleh Eichrodt dan von Rad dengan penekanan mereka dalam kritik historis. Itulah sebabnya, dalam pendekatan yang diusulkan oleh Brueggemann ini menolak kritik historis dan berfokus pada sisi post-modern dalam penafsiran teks PL. Penekanan dalam pendekatan imajinasi Brueggemann ini pun lebih menitik beratkan pada pembaca sebagai sumber kebenaran tersebut dan membuka kemungkinan akan pluralitas penafsiran yang begitu besar. Dan dalam menguji praktik pendekatan ini, penulis memilih teks Yesaya 55 sebagai lapangan berteologi dan mendapati hasil penafsiran yang sangat terbuka dengan tidak ada standar dalam penafsiran itu sendiri. Oleh sebab itu, problem-problem penafsiran dengan metode ini perlu mendapat respons dan kritik terkait dalam hal penafsiran ini. Memang perlu diakui, pendekatan yang dikembangkan Brueggemann ini tidak sempurna, namun terdapat hal-hal baik yang dapat dijadikan sebagai unsur komplementer dalam penafsiran, sehingga pendekatan ini seharusnya tidak ditolak sepenuhnya. | en_US |