dc.description.abstract | Ketika kita memasuki sebuah gereja, sadar atau tidak sadar kita melihat bahwa gereja hadir di tengah kehidupan jemaat dan masyarakat yang kompleks. Gereja sebagai ‘umat Allah,’ kemanusiaan yang baru, mencakup orang Yunani, orang Romawi, hamba dan orang merdeka. Gereja sebagai umat Allah tanpa batas etnis, bahkan tanpa batas nasional, tanpa strata sosial. Gereja sebagai umat Allah bukan produk dari sekelompok orang demi menghormati nama Tuhan. Gereja adalah ciptaan Tuhan sendiri melalui panggilan, kehidupan, kematian dan kebangkitan Kristus dan dalam kuasa Roh Kudus. Dalam kuasa Roh Kudus itulah tembok-tembok etnis dan tembok-tembok pemisah yang lain dirobohkan. Jika gereja dipahami demikian, maka jelas kehadirannya di tengah situasi dan kondisi yang multikompleks menuntut pemenuhan-pemenuhan kebutuhan baik untuk kehidupan berjemaat maupun bermasyarakat. Bagaimana gereja bisa berperan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu agar kehadirannya menjadi berkat? Hal ini berkaitan dengan cara kerja kita dalam mengelola gereja. Dengan cara apa kita menggarap pekerjaan yang sangat kompleks itu? Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh para pemimpin gereja. “Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mengetahui bahwa tugasnya adalah membangun tim efektif yang akan melestarikan mereka.” Karena itu cara kerja yang individual akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan gereja. Kerja tim jauh lebih efektif ketimbang kerja secara individu. | en_US |