dc.description.abstract | Semenjak kejatuhan manusia ke dalam dosa, hidup manusia dipenuhi dengan berbagai macam konflik. Konflik merusak relasi yang dimiliki manusia, hingga pola relasi yang dimiliki manusia adalah relasi saling menyakiti dan disakiti.Tidak terlewatkan orang-orang Kristen yang juga mempunyai pola relasi saling menyakiti dan disakiti ini. Akibatnya, banyak keluarga-keluarga Kristen yang hancur akibat konflik-konflik yang terjadi antara anggota keluarga, dan parahnya lagi konflik juga telah merusak komunitas gereja, yang tidak lain adalah umat yang ditebus Allah.
Namun Allah tidak meninggalkan umat-Nya di dalam kebingungan dan keterpurukan ketika menghadapi keadaan seperti ini. Pertolongan Allah nyata terwujud di dalam kebenaran firman-Nya, Alkitab, yang menjadi pandu bagi langkah orang percaya. Alkitab acapkali berbicara mengenai konflik-konflik yang terjadi di tengah-tengah umat pilihan Allah, salah satunya terjadi dalam kehidupan Yusuf dan kakak-kakaknya, yang terangkum dalam Kejadian 37-45. Narasi Yusuf memperlihatkan bagaimana suatu konflik dapat merusak relasi antar saudara, namun narasi ini tidak hanya berhenti untuk mengisahkan rusaknya relasi akibat konflik. Musa sebagai penulis kitab Kejadian melanjutkan narasi ini dengan mengisahkan bagaimana Yusuf dan kakak-kakaknya berekonsiliasi, memulihkan kembali relasi mereka. Tetapi ada satu hal yang menarik dari narasi ini, yaitu rekonsiliasi antara Yusuf dan kakak-kakaknya terjadi atas pertolongan Allah. Allah menyertai Yusuf untuk berekonsiliasi dengan kakak-kakaknya, dan Ia memakai rekonsiliasi ini demi memelihara kelangsungan hidup suatu bangsa yang besar (Kej. 50:20).
Narasi Yusuf (Kej. 37-45) inilah yang menjadi dasar untuk merumuskan konsep rekonsiliasi, guna diterapkan di dalam penyelesaian konflik di dalam kehidupan berkeluarga dan bergereja. Rumusan konsep rekonsiliasi tersebut adalah rekonsiliasi dilandaskan pada penyertaan Allah, rekonsiliasi yang melibatkan Allah dan berfokus pada pertumbuhan iman pelakunya, rekonsiliasi yang ditujukan demi kemuliaan Allah. Dengan demikian, rekonsiliasi kini tidak lagi dipandang sebagai tindakan moral belaka, melainkan sebagai suatu tidakan pemulihan relasi yang berpusat pada Allah dan demi kemuliaan Allah. | en_US |