• Login
    View Item 
    •   STT SAAT Institutional Repository
    • Theses
    • S.Th.
    • View Item
    •   STT SAAT Institutional Repository
    • Theses
    • S.Th.
    • View Item

    Rekonstruksi dan Implikasi Teori Perdamaian Glen H. Stassen terhadap Konflik di Papua

    Thumbnail
    View/Open
    Bab 1 (442.5Kb)
    Bab 2 (516.0Kb)
    Bab 3 (507.4Kb)
    Bab 4 (408.8Kb)
    Bab 5 (354.7Kb)
    Date
    2024-05
    Author
    Mawikere, Christian Joel
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Konflik di Papua sudah berlangsung lama dan hingga saat ini masih belum ada tanda-tanda penyelesaiannya. Tanpa ada penyelesaian konflik, korban jiwa akan terus bertambah banyak serta dampak kerusakan akan terus meningkat. Penyelesaian konflik menjadi sebuah urgensi yang harus dilakukan sampai tidak ada lagi korban jiwa yang berjatuhan akibat konflik tersebut. Untuk menyelesaikannya, butuh alternatif penyelesaian yang dapat menjawab akar konflik tersebut. Di sisi lain, teori just peacemaking hadir sebagai etika untuk merespons ketidakadilan akibat konflik. Teori ini dipercaya bahwa melalui praktik-praktik yang terdapat di dalamnya, dapat mengubah dunia menjadi lebih baik dan mendorong batas-batas perang sehingga praktik tersebut dapat menjadi panduan moral dan empiris bagi semua orang untuk bertanggung jawab dan peduli. Karena itu, untuk menyelesaikan konflik di Papua, apa dan mengapa konflik di Papua dapat terjadi dan belum adanya solusi penyelesaian sampai saat ini; serta apa dan bagaimana teori just peacemaking dapat menjawab permasalahan konflik dan memberikan implikasi baik secara teoretis maupun secara praktis bagi Papua? Just peacemaking melalui sepuluh praktik menghilangkan perang, mampu menjadi alternatif penyelesaian konflik di Papua yang dapat menjawab akar konflik dan mencegah konflik serupa terjadi di masa yang akan datang. Untuk menjawab pertanyaan, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dan analisis melalui pendekatan literatur. Untuk metode deskriptif, penulis menjelaskan konteks konflik di Papua dan menjelaskan dasar teologi dan teori just peacemaking. Untuk metode analisis, penulis menganalisis dua deskripsi (konteks konflik di Papua dan just peacemaking) untuk menghasilkan analisis apa dan bagaimana just peacemaking menjawab akar permasalahan konflik Papua, serta apa atau bagaimana implikasi dari teori tersebut untuk Papua. Konflik di Papua memiliki empat isu strategis yang telah menjadi akar dari konflik, yaitu 1) sejarah integrasi Papua ke NKRI dan identitas politik Orang Asli Papua; 2) kekerasan politik dan pelanggaran HAM; 3) gagalnya pembangunan di Papua; dan 4) inkonsistensi pemerintah dalam kebijakan Otsus dan marginalisasi Orang Asli Papua. Keempat akar konflik tersebut dapat terjawab melalui praktik menghilangkan perang dari teori Just Peacemaking yang didasarkan oleh tiga prinsip utama, yaitu inisiatif penciptaan perdamaian, memajukan keadilan bagi sesama, dan komunitas yang mengasihi. Praktik yang menjadi alternatif untuk setiap akar konflik dapat berbeda-beda, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa praktik tersebut dapat dilakukan secara berulang dan terus-menerus dalam menjawab setiap akar konflik. Teratasinya akar konflik dengan bantuan teori just peacemaking bukan hanya menghentikan peperangan dan meniadakan korban jiwa, melainkan juga menciptakan kesetaraan antara Orang Asli Papua dengan masyarakat Indonesia lainnya, bahkan dengan masyarakat global dalam hal pembangunan manusia. Selain itu, Orang Asli Papua juga dapat dengan bebas untuk menikmati, mengembangkan, dan memopulerkan budaya mereka sendiri, kemudian tidak ada lagi beban moral akibat konflik, serta menghasilkan perdamaian yang bersifat berkelanjutan dengan kehadiran kelompok masyarakat sebagai penjaga perdamaian. Perdamaian yang berkelanjutan di Papua harus diikuti dengan langkah-langkah praktis yang dilakukan oleh setiap pihak, terutama oleh Pemerintah Indonesia dan Orang Asli Papua sebagai pihak yang terlibat dalam konflik, untuk bertanggung jawab dan bekerja sama dengan kolaboratif untuk berfokus kepada penciptaan perdamaian. Tidak hanya mereka, setiap orang terlibat dalam partisipasi penyelesaian konflik dan menghadirkan perdamaian, termasuk masyarakat melalui kekuatan masyarakat, baik itu melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kelompok agama, kelompok budaya, maupun kelompok-kelompok lainnya, termasuk gereja. Gereja sebagai kumpulan orang percaya yang telah mengalami kasih Allah, terpanggil untuk terlibat dalam tanggung jawab sosial kepada mereka yang rentan, termasuk menyatakan keadilan kepada mereka yang mengalami ketidakadilan. Dengan demikian, konflik di Papua dapat diselesaikan dan perdamaian berkelanjutan dapat dihadirkan di Papua melalui partisipasi setiap masyarakat dengan menerapkan praktik-praktik dalam teori just peacemaking.
    URI
    http://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/1796
    Collections
    • S.Th.

    Copyright © 2018  STT SAAT
    Contact Us | Send Feedback
    STT SAAT
     

     

    Browse

    All of DSpaceCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    LoginRegister

    Copyright © 2018  STT SAAT
    Contact Us | Send Feedback
    STT SAAT