dc.description.abstract | Lagu “Mukjizat Itu Nyata” karangan Jonathan Prawira banyak digandrungi oleh orang Kristen dari berbagai denominasi. Sepertinya, penulis lagu tersebut ingin “mengklaim” bahwa mukjizat harus terjadi setiap hari. Klaim semacam ini didukung juga oleh maraknya Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang disertai kesembuhan ilahi, misalnya yang dipimpin oleh T. B. Joshua, yang diselenggarakan di Graha Bethany dengan memakai tema “Kuasa Tuhan: Datang dan Alami Kesembuhan Ilahi!” Atau, acara serupa yang digelar oleh GBI Tiberias Surabaya yang dipimpin oleh Yesaya Pariadji. Meskipun secara umum kalangan Protestan injili percaya adanya mukjizat, namun realitas ini harus diterima secara lebih kritis dengan menanyakan apakah mukjizat tersebut benar-benar bersifat aktif dan permanen. Walau demikian, di kalangan ini, masih ada anggota jemaat yang sakit yang tetap berharap ingin mengalami mukjizat kesembuhan dalam acara serupa. Beberapa dari mereka bertanya, “Pak apakah kami boleh menghadiri KKR yang disertai kesembuhan ilahi?” Sebab, “Bukankah mukjizat kesembuhan itu berasal dari Tuhan?” Jika tidak boleh, “Mengapa tidak boleh? Di mana salahnya?”
Sebelum menanggapi pertanyaan-pertanyaan semacam ini, menurut hemat penulis, perlu adanya verifikasi teologis yang jelas dan objektif berkenaan dengan praktik-praktik kesembuhan ilahi. Apakah semua praktik tersebut alkitabiah? Bila tidak, mana yang alkitabiah, dan mana yang tidak? Tulisan ini akan mengangkat isu-isu kesembuhan ilahi dan permasalahan teologisnya, seperti: Apakah kuasa Setan bisa bekerja di balik macam-macam praktik mukjizat kesembuhan ilahi? Apakah agama-agama lain juga mempraktikkan kesembuhan ilahi? Apakah kesembuhan ilahi disebabkan gejala psikologis belaka? Jika pada masa kini Tuhan masih melakukan mukjizat kesembuhan, bagaimanakah mukjizat yang alkitabiah? | en_US |