Studi Komparatif terhadap Metodologi John Dominic Crossan dan N.T. Wright dalam Penyelidikan Yesus Sejarah
Abstract
Yesus merupakan tokoh historis penting yang selama berabad-abad sejak kedatangan-Nya dalam dunia ini terus menjadi objek penelitian dan perdebatan dari berbagai kalangan. Sebelum masa pencerahan, keempat catatan tentang Yesus di dalam Injil cenderung diterima sebagai catatan historis dari kehidupan Yesus, tetapi kondisi ini berubah dengan datangnya masa pencerahan yang ditandai dengan perkembangan dunia modern beserta skeptisisme yang diusungnya. Hal ini membuat para sarjana merasa perlu untuk melakukan penyelidikan tentang siapa sesungguhnya Yesus Sejarah yang mereka bedakan dengan Yesus yang tercatat di dalam Alkitab. Penyelidikan ini disebut dengan “Penyelidikan Yesus Sejarah.”
Salah satu tokoh penyelidikan Yesus Sejarah yang akan menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah John Dominic Crosan. Ia mengungkapkan bahwa Yesus merupakan anggota kelas petani yang tidak berpendidikan. Oleh karena pengajaran Yesus dianggap sebagai serangan implisit terhadap sistem sosial pemerintahan Romawi saat itu, Ia kemudian ditangkap dan disalibkan. Crossan mengatakan bahwa tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi dengan Yesus setelah kematian-Nya sehingga kisah tentang Yesus seperti yang tercatat dalam keempat Injil bukan merupakan fakta sejarah. Crossan mengungkapkan bahwa pandangannya tersebut dihasilkan dari proses metodologi yang sahih sehingga jika metode penelitian dan prasuposisinya tentang Injil-Injil adalah benar, tidak ada rekonstruksi apapun yang bisa menolaknya.
Tokoh lain di dalam penyelidikan Yesus Sejarah yang juga akan menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah N.T. Wright. Seperti halnya dengan Crossan, Wright juga sangat mementingkan penggunaan metode historis, tetapi ia memiliki pandangan yang berbeda tentang Injil-Injil. Adapun gambaran tentang Yesus yang dihasilkannya adalah bahwa Yesus merupakan seorang nabi yang membawa pesan apokaliptik dan eskatologis bagi Israel. Di dalam pelayanan-Nya, Yesus mengalami konflik dengan elemen Yudaisme sehingga Ia diserahkan kepada pemerintah Romawi untuk disalibkan sebagai seorang pemberontak. Kemudian para murid-Nya melaporkan bahwa Ia telah dibangkitkan dari kematian.
Kedua tokoh ini menjadi perwakilan dari sekian banyak tokoh Yesus Sejarah yang sama-sama mementingkan metodologi di dalam penyelidikan Yesus Sejarah, tetapi menghasilkan rekonstruksi yang berbeda tentang Yesus. Penulis melakukan studi lebih lanjut terhadap metodologi dari kedua tokoh ini dan melakukan perbandingan terhadapnya dengan tujuan untuk memperlihatkan persamaan dan perbedaan metodologi dari kedua tokoh ini. Setelah itu, penulis juga mengadakan evaluasi terhadap hasil perbandingan tersebut untuk menunjukkan kelebihan dan kelemahan dari metodologi masing-masing tokoh. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memperlihatkan bahwa metodologi yang didasarkan kepada penerimaan akan reliabilitas historis dari Injil-Injil kanonis lebih dapat diandalkan. Untuk melakukan penelitian ini, penulis menggunakan studi pustaka sebagai model penelitian dan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, komparatif, dan evaluatif.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa Crossan dan Wright menggunakan pendekatan yang berbeda di dalam metodologi penyelidikan Yesus Sejarah. Pendekatan Crossan bersifat non-Yahudi dan skeptis terhadap Injil Kanonis, sedangkan pendekatan Wright bersifat Yahudi, eskatologis dan tidak skeptis terhadap keempat Injil kanonis. Perbedaan lain yang ditunjukkan adalah Crossan menggunakan pendekatan “atomism” yang berusaha untuk mengisolasi bahan tentang Yesus yang dianggap autentik dan baru kemudian membuat rekonstruksi Yesus Sejarah dari bahan tersebut, sedangkan pendekatan Wright bersifat “holism” yang memulai dengan gambaran besar berupa hipotesis yang kemudian diuji kebenarannya melalui data yang ada. Perbedaan ini menghasilkan rekonstruksi Yesus Sejarah yang berbeda pula.
Kemudian setelah hasil perbandingan ini dievaluasi, didapati bahwa pendekatan “holism” yang digunakan Wright lebih diunggulkan dari pada pendekatan “atomism” yang digunakan Crossan. Selain itu, pandangan Crossan terhadap Injil-Injil intra-kanonis yang dianggap tidak bisa diandalkan sebagai bahan utama rekonstruksi Yesus Sejarah tidak dapat diterima. Sebaliknya, bukti-bukti menunjukkan bahwa Injil-Injil Perjanjian Baru merupakan dokumen yang memiliki reliabilitas historis. Jadi, keputusan Crossan untuk tidak menjadikan bahan dari Injil kanonis sebagai bukti historis merupakan kelemahan dari metodologinya.