dc.description.abstract | Wahyu adalah tindakan Allah untuk mengungkapkan diri-Nya kepada manusia supaya manusia dapat mengenal, dan bahkan mengalami keselamatan. Namun, terdapat perbedaan pandangan dan juga beragam model wahyu yang terutama disebabkan karena perbedaan pemahaman tentang media dari wahyu yang melaluinya Allah mengungkapkan diri-Nya. Perbedaan pemahaman tentang media dari wahyu ini juga berimplikasi pada ranah hermeneutika, yang melaluinya wahyu Allah diterima oleh manusia.
Sepanjang sejarah teologi modern hingga saat ini, perselisihan tentang media dari wahyu dapat dikerucutkan antara dua pandangan, yaitu wahyu proposisi dan wahyu manifestasi. Berbagai upaya untuk mengkritisi, menengahi, dan juga melampaui telah dilakukan oleh beberapa teolog dan filsuf agama, seperti yang dilakukan oleh Karl Barth dan John M. Frame. Barth dan Frame, masing-masing mengusulkan model wahyunya untuk berkontribusi dalam diskusi tentang wahyu Allah. Barth dengan model wahyu sebagai kehadiran dialektika, sementara Frame dengan model wahyu sebagai perkataan-personal. Setelah membandingkan kedua model wahyu ini, terlihat memiliki sejumlah kesamaan dalam konten, media, dan tujuan dari wahyu. Tetapi kedua model wahyu ini juga memiliki sejumlah perbedaan dalam ketiga komponen wahyu tersebut, khususnya tentang Alkitab sebagai firman Allah.
Hasil analisis kedua model wahyu tersebut memperlihatkan implikasi yang konstruktif dalam studi hermeneutika, khususnya tentang sikap yang semestinya dimiliki oleh seorang penafsir Alkitab. Penafsiran Alkitab tidak hanya berkutat pada penggunaan metode-metode hermeneutis, tetapi memperhatikan kebajikan-kebajikan seorang penafsir di dalam menginterpretasikan Alkitab. Jadi, seorang penafsir bukan hanya membaca Alkitab, tetapi juga menjadi seorang pembaca Alkitab yang sebagaimana mestinya. | en_US |