dc.description.abstract | Praktik pelaksanaan adat Mangongkal Holi masih menjadi perdebatan dalam kalangan orang Batak Toba Kristen sampai sekarang ini. Meskipun sejak tahun 1952 gereja HKBP (Huria Batak Toba Kristen) telah menetapkan peraturan bahwa pelaksanaan adat Mangongkal Holi oleh orang Batak Toba Kristen harus mengikuti tata aturan yang ditetapkan oleh gereja, tidak semua orang Batak Toba Kristen dapat menerima peraturan tersebut. Masih ada pihak-pihak yang berpendapat bahwa adat Mangongkal Holi yang merupakan warisan tradisi dari para leluhur sangat erat kaitannya dengan pemujaan berhala atau penyembahan terhadap roh leluhur. Sebelum kekristenan masuk ke tanah Batak, para leluhur terdahulu menganut kepercayaan hasipelebeguan (penyembahan berhala). Karena itu, sekalipun pada zaman sekarang praktik pelaksanaannya mengikuti tata aturan gereja, tetap saja unsur-unsur penyembahan berhala masih ada dalam pelaksanaan adat itu. Pandangan demikian telah menimbulkan ketegangan pada kalangan orang Batak Toba Kristen yang pada akhirnya menimbulkan pro dan kontra.
Setiap pendapat dalam kontroversi adat Mangongkal Holi tersebut baik pro (menerima) maupun yang kontra (menolak) memiliki teks Alkitab yang mendukung pendapat mereka sehingga setiap pihak merasa pendapatnya valid karena ada text proof masing-masing. Situasi demikian melatarbelakangi penulis melakukan penelitian ini. Penulis secara pribadi melihat adanya kesamaan antara kisah pemindahan tulang-belulang Yusuf dari Mesir yang kemudian dikuburkan di tanah Kanaan (Kej. 50:22-26; Kel. 13:17-22; Yos. 24:29-33) dengan pelaksanaan adat Mangongkal Holi. Karena itu, penting untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut tentang adat Mangongkal Holi dan kisah tulang-belulang Yusuf dengan menggunakan perspektif hermeneutika biblikal. Melalui tesis ini, penulis berusaha menjawab masalah penelitian “Apakah orang Batak Toba Kristen masih boleh melaksanakan atau mempraktikkan adat Mangongkal Holi khususnya jika ditinjau dari perspektif tafsir etnohermeneutis kritis kisah tulang-belulang Yusuf?”
Dalam tesis ini, penulis akan memaparkan konsep-konsep yang ada dalam adat Mangongkal Holi begitu juga dengan makna yang terkandung dalam pelaksanaannya dan apa saja komponen atau instrumen yang digunakan dalam praksis pelaksanaannya. Kemudian, penulis memaparkan tentang prinsip-prinsip tafsir etnohermeneutis kritis dan bagaimana prinsip-prinsip itu diterapkan terhadap kisah tulang-belulang Yusuf. Akhirnya, penulis melakukan analisis terhadap konsep-konsep adat Mangongkal Holi dengan konsep-konsep yang ditemukan dari tafsiran kisah tulang-belulang Yusuf berdasarkan tafsir etnohermeneutis kritis. Berdasarkan analisis tersebut penulis akan menjawab pertanyaan utama dalam tesis ini.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada prinsip positif yang terkandung dalam pelaksanaan adat Mangongkal Holi. Prinsip positif itu masih bersesuaian dengan prinsip alkitabiah. Misalnya, pengakuan bahwa ada oknum Ilahi (Tuhan/Allah) yang berdaulat sebagai Pencipta dan Penguasa atas alam semesta dan kehidupan manusia. Berikutnya, penghormatan terhadap figur orang tua (leluhur) sebagai pemimpin (wakil Tuhan) dalam unit keluarga. Orang tua mengajarkan anak-anak tentang tradisi/adat yang melaluinya anak-anak diarahkan untuk mengenal Tuhan. Karena itu, orang tua layak untuk dihormati/dihargai baik ketika masih hidup ataupun setelah meninggal dunia. Penghormatan terhadap orang tua (leluhur) yang telah meninggal dunia dilakukan dengan cara memberikan penguburan (kuburan) yang layak bagi mereka atau sesuai dengan keinginan mereka sebelum meninggal dunia. Penghormatan itu tidak ada kaitan dengan penyembahan berhala atau penyembahan terhadap roh orang tua (leluhur). Karena itu, penulis menilai bahwa prinsip positif yang terkandung dalam adat Mangongkal Holi menyebabkan tradisi ini dapat diterima pelaksanaannya oleh orang Batak Toba Kristen. Namun demikian, jika motivasi (maksud/tujuan) pelaksanaan adat Mangongkal Holi adalah untuk menyembah roh leluhur demi mendapatkan berkat dari roh itu, praktik pelaksanaan adat Mangongkal Holi tidak dapat diterima oleh orang Batak Toba Kristen. Prinsip mendapatkan berkat dengan cara demikian bertentangan dengan prinsip alkitabiah. Roh leluhur bukan Allah dan Allah tidak akan memberikan berkat-Nya kepada manusia melalui roh para leluhur. | en_US |