Show simple item record

dc.contributor.advisorKuswanto, Cornelius
dc.contributor.authorArantina, Shieby
dc.date.accessioned2022-04-19T07:23:58Z
dc.date.available2022-04-19T07:23:58Z
dc.date.issued2011-02
dc.identifier.urihttp://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/1465
dc.description.abstractSejak zaman PL, sudah ada beberapa kasus yang telah menyelewengkan atau kurang menghormati status pernikahan. Sebut saja Sarai yang telah menyuruh Abram untuk meniduri Hagar, gundiknya. Kemudian anak-anak Lot yang memperkosa ayahnya sendiri untuk memperoleh keturunan. Amnon yang memperkosa Tamar dan masih banyak kasus yang lainnya. Persoalan degradasi makna pernikahan ternyata semakin merajalela pada zaman ini, bahkan semakin kompleks. Oleh sebab itu Allah melalui kitab Kidung Agung, ingin kembali mengingatkan dan menegur umat manusia, bahwa pernikahan atau hubungan di antara pria dan wanita itu adalah indah. Dalam kitab Kidung Agung, yang menjadi penekanan utamanya adalah “kasih,” yang dalam bahasa Ibrani disebut dengan ‘ahab. Kata kerja ‘ahab menjadi ciri utama yang harus dimiliki dalam pernikahan. Kata kerja ‘ahab dimaknai dengan “kasih,” dan bukan “cinta,” sebab pengertian kata “kasih” jauh lebih murni dan luhur, jika dibandingkan dengan kata “cinta” yang lebih banyak dikenal dunia sebagai “cinta monyet.” Istilah “kasih” itu menunjukkan kemurnian, sebab sesuai dengan karakter Allah yang memiliki “kasih” yang murni adanya. Kitab Kidung Agung masih sangat relevan dengan kehidupan umat manusia saat ini, terutama bagi umat Kristen yang pernah membacanya. Dalam pernikahan Kristen, kasih (‘ahab) merupakan core yang tidak bisa ditawar. Kasih (‘ahab) memiliki beberapa dimensi secara eksplisit maupun implisit. Kehidupan yang dinyatakan dengan kasih (‘ahab), maka akan terpancar dalam dimensi komunikasi yang positif, pasutri mampu saling menghargai, menghormati kelebihan dan kekurangan pasangan. Kemudian kasih (‘ahab) juga seharusnya dinyatakan dalam dimensi komitmen di antara pasutri Kristen. Setia kepada pasangan, baik secara fisik maupun secara emosional. Dan yang terakhir, puncak dari kasih (‘ahab) itu diwujudkan dengan berhubungan intim dengan sehat. Bagi setiap pasutri Kristen yang telah menerima kasih Yesus, oleh sebab itu suami dan istri juga harus memiliki kasih itu dalam berelasi dalam rumah tangga. Kasih yang telah mempertemukan pasutri, kiranya kasih itulah yang juga dapat mempersatukan pasutri sampai Tuhan datang kedua kalinya. Pernikahan Kristen seharusnya dapat menjadi teladan bagi pernikahan di dunia. Tuhan adalah Kepala dari setiap pernikahan Kristen yang ada. Kasih-Nya telah dicurahkan, dan kasih-Nya itulah yang akan memampukan pasutri untuk hidup saling mengasihi, sehingga setiap pernikahan Kristen dengan solid dapat membangun pernikahan yang indah, berdampak di mata gereja, bangsa, dan dunia.en_US
dc.publisherSeminari Alkitab Asia Tenggara Malangen_US
dc.subjectKitab Kidung Agungen_US
dc.subjectKata Kerja ‘Ahaben_US
dc.subjectKata benda ‘Ahabahen_US
dc.subjectKasihen_US
dc.subjectPernikahanen_US
dc.subjectPernikahan Kristenen_US
dc.subjectPerselingkuhanen_US
dc.titleStudi Eksposisi Kata Kerja ‘Ahab dalam Kitab Kidung Agung dan Relevansinya terhadap Keharmonisan Pernikahan Kristen Masa Kini.en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record