dc.description.abstract | Manusia pada awalnya diciptakan oleh Allah dengan tujuan tertentu dan bersifat kekal. Tetapi karena dosa, maka manusia terpisahkan dari Allah. Manusia kehilangan makna hidup dan tidak lagi hidup sesuai dengan tujuan kekal Allah. Makna hidup yang dipahami dan dijalani, dibuat sesuai dengan kehendak, pemikiran, dan keyakinan manusia sendiri.
Memahami makna hidup adalah hal yang paling esensi dalam kehidupan manusia. Sebagai ciptaan Allah, manusia memiliki kemampuan atau sensitifitas terhadap suatu nilai atau makna yang menjadi pendorong sekaligus tujuan bagi hidup manusia. Tidak adanya makna berarti manusia tidak mencapai kepuasan tertinggi dalam menjalani seluruh hidup dan keberadaannya. Untuk mencapai makna ini, manusia dari zaman ke zaman telah berusaha dengan berbagai cara dan sering kali tidak dapat menemukan makna yang sesungguhnya. Sebaliknya, makna-makna palsu telah menggantikan kepuasan yang sesungguhnya. Kepuasan dicari manusia dalam berbagai bentuk aktualisasi diri, seperti: dalam hal materi, hal psikologi, kesuksesan, kekayaan, kesehatan, kerohanian, dan berbagai bentuk kenikmatan-kenikmatan yang terus berubah seiring perkembangan zaman.
Allah dalam kasih kekal-Nya yang menciptakan hidup manusia tidak membiarkan manusia terhilang dalam pencariannya. Dengan mengutus Yesus ke dalam dunia, Allah menyatakan bahwa terang-Nya akan menerangi kegelapan dunia, hidup-Nya akan memberi hidup sejati kepada manusia. Yesus dalam seluruh keberadaan hidup-Nya telah menjadi hidup itu sendiri. Ia menyatakan kepada manusia lewat setiap perkataan-Nya, perbuatan-Nya, pengajaran-Nya, dan interaksi-Nya dengan komunitas pada masa hidup-Nya. Semua ini dicatat dalam injil Yohanes yang menekankan bahwa dalam Yesus, manusia mendapat hidup. Suatu hidup yang berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh dunia, yaitu hidup yang kekal. Pada puncaknya, Yesus memberikan tubuh dan darah-Nya sebagai “makanan” bagi setiap orang yang percaya, sehingga setiap orang itu dapat memperoleh kepuasan yang sejati.
Hidup kekal ini mengembalikan manusia pada tujuan hidup yang telah ditetapkan Allah. Manusia yang beriman memperoleh hidup yang disucikan dan bersifat kekal, serta suatu relasi yang kembali terjalin dengan Allah. Dengan demikian hidup manusia tidak lagi merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu makna. Tetapi dengan hidup sejati yang diberikan, manusia dapat menjalani hidup yang bermakna, di mana manusia menyadari siapa dirinya, untuk apa ia hidup, dan bagaimana ia hidup. | en_US |