dc.description.abstract | Tahun-tahun masa dewasa awal adalah saat ketika individu biasanya membangun relasi yang intim dengan individu yang lain. Jika seorang dewasa membentuk persahabatan yang sehat dan sebuah hubungan yang intim dengan orang lain, keintiman akan tercapai; jika tidak, hasilnya adalah isolasi. Diasumsikan bahwa kemampuan perempuan dewasa awal menjalin relasi yang intim dengan orang lain sangat bergantung pada bagaimana orang tua membesarkan mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: apakah terdapat hubungan antara relasi anak perempuan-orang tua dengan kedekatan relasi terhadap lawan jenis pada perempuan dewasa awal? Hipotesis dari penelitian ini adalah: (1) semakin dekat relasi anak perempuan-ayah, semakin dekat pula relasi mereka dengan lawan jenisnya. (2) semakin dekat relasi anak perempuan-ibu, semakin dekat pula relasi mereka dengan lawan jenisnya.
Metode penelitian yang digunakan bersifat kuantitatif korelasional, yang mengukur korelasi antara variabel relasi anak perempuan-ayah dan anak perempuan-ibu dengan kedekatan relasi mereka dengan lawan jenisnya. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik convenience sampling. Persyaratannya adalah perempuan, berusia antara 18 – 25 tahun, belum menikah, masih tinggal bersama orang tua, dan beragama Kristen. Jumlah sampel ada 100 orang. Alat ukur yang digunakan adalah Child’s Attitude Toward Father (CAF), Child’s Attitude Toward Mother (CAM), dan Miller Social Intimacy Scale (MSIS).
Berdasarkan pengolahan data secara statistik diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara relasi anak perempuan-orang tua dengan kedekatan relasi terhadap lawan jenis pada perempuan dewasa awal. Dengan demikian, kedua hipotesis dalam penelitian ini ditolak.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, yakni orang tua yang posesif dan terlalu protektif justru membuat anak perempuannya sulit menjalin relasi dengan orang lain, anak perempuan yang tidak dekat dengan ayahnya justru mencari kasih sayang pria—sebagai kompensasi—untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya, adanya figur-figur pengganti orang tua, faktor sejarah keluarga, adanya hambatan dalam diri anak perempuan itu sendiri dalam menjalin keintiman, serta adanya anugerah Tuhan dalam hidup anak perempuan tersebut. | en_US |