Show simple item record

dc.contributor.advisorIstianto, Elisa
dc.contributor.authorHutagalung, Nora Juita Aulia
dc.date.accessioned2021-04-05T06:30:15Z
dc.date.available2021-04-05T06:30:15Z
dc.date.issued2011
dc.identifier.urihttp://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/1320
dc.description.abstractEtika merupakan hukum moral yang berkaitan dengan kegiatan praktis yang dilakukan manusia sehari-hari. Hukum moral tersebut dipakai untuk menilai mana hal yang baik dan yang tidak baik. Kemampuan untuk membedakan kedua hal tersebut sebenarnya telah diberikan Allah dalam diri manusia, melalui akal budi, sebagai wujud adanya warisan gambar Allah dalam diri manusia. Namun demikian, etika juga dapat dipelajari dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, misalnya agama, adat-istiadat, maupun filsafat. Itulah sebabnya mengapa terdapat perbedaan hukum moral dalam diri tiap-tiap orang atau suku bangsa. Sementara, iman Kristen mengakui bahwa etika yang benar haruslah bersifat universal dan absolut, karena Allah sebagai satu-satunya sumber etika yang benar. Namun demikian, sebagai makhluk yang terbatas, sulit bagi manusia untuk mencapai etika yang demikian. Immanuel Kant, seorang filsuf besar yang lahir di ujung masa pencerahan, sangat terbeban untuk menjawab kebutuhan etika yang universal dan absolut tersebut. Kant menekankan bahwa satu-satunya prinsip yang mendasari tindakan moralitas adalah kewajiban. Artinya, segala subjektifitas atau kecenderungan dalam diri manusia harus disingkirkan. Satu-satunya sumber untuk menghasilkan hukum moral adalah akal budi atau rasio. Imperatif Kategoris merupakan proses rasional untuk mengetahui kewajiban tersebut. Ini merupakan sebuah formula sederhana yang dapat diolah oleh akal budi siapa saja. Hasil dari formula tersebut disebut sebagai maksim atau hukum moral. Formula Imperatif Kategoris sendiri berbunyi, buatlah sebuah maksim yang memenuhi tiga syarat, pertama, dapat dijadikan sebagai hukum yang universal, kedua, menjadikan manusia sebagai tujuan dan bukan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, ketiga, hukum harus berasal dari diri sendiri atau otonom. Semua maksim yang dapat lolos dari ketiga syarat tersebut itulah yang disebut dengan kewajiban, suatu tindakan bermoral yang harus dilakukan. "Segala kebenaran adalah kebenaran Allah" adalah pernyataan yang berimplikasi, jika etika Kant memuat kebenaran, maka etika ini dapat diadopsi dalam etika Kristen. Namun demikian, sekalipun etika Kant pernah menguasai dunia kekristenan di Jerman, tetap perlu adanya ujian firman Tuhan untuk menilai apakah etika ini dapat diterima atau tidak. Khotbah di Bukit (Mat. 5-7) berisikan pengajaran-pengajaran moral Yesus Kristus yang sangat terkenal. Keunggulan etika dalam khotbah ini diakui di kalangan Kristen maupun non-Kristen. Pengajaran moral Tuhan Yesus tersebut disebut sebagai etika kerajaan Allah. Di dalam Matius 5: 17-20 Yesus membagikan tentang sikap-Nya terhadap hukum Taurat. Melalui pengajaran Yesus tersebut dapat ditarik prinsip-prinsip tentang sumber etika dalam kehidupan orang percaya. Dalam Matius 7:12, didapati bahwa Golden Rule memiliki kesamaan bunyi dengan Imperatif Kategoris. Oleh karena itu, melalui pengajaran Yesus dalam kedua bagian tersebut akan dipakai untuk menganalisa etika Imperatif Immanuel Kant untuk melihat apakah etika Kant memang sungguh-sungguh dapat diterima dan dipakai dalam kekristenan.en_US
dc.publisherSeminari Alkitab Asia Tenggaraen_US
dc.subjectEtika kerajaan Allahen_US
dc.subjectImperatif kategorisen_US
dc.subjectHukum moralen_US
dc.subjectEtikaen_US
dc.titleTinjauan Terhadap Etika Imperatif Kategoris Immanuel Kant Berdasarkan Pengajaran Yesus Kristus Dalam Matius 5:17-20 dan 7:12en_US
dc.identifier.kodeprodi77103


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record