dc.description.abstract | Umat Kristen memiliki dua kewarganegaraan yaitu, warga negara surga dan warga negara dunia. Dualcitizenship ini menempatkan umat Kristen pada posisi yang dilematis, sekaligus mengakibatkan munculnya krisis identitas. Situasi dan kondisi yang dilematis ini disebabkan umat Kristen harus berhadapan dengan dua otoritas yang sama-sama menuntut adanya sikap takluk dari umat Kristen. Tuntutan yang demikian ini menyebabkan umat Kristen sering kali mengalami hubungan yang disharmony dengan pihak pemerintah. Melalui Roma 13:1-7, Paulus mengemukakan sebuah model sikap politik untuk mengatasi hubungan yang disharmony tersebut. Model sikap politik tersebut merupakan suatu model yang didalamnya terdapat konsep identitas, dan tiga aspek penting yang harus ada dalam diri umat Kristen. Pertama, mengenai konsep identitas. Pada bagian ini Paulus menjelaskan betapa pentingnya umat Kristen memiliki konsep identitas yang berdasarkan pada karya pembenaran Allah; konsep identitas sebagai anak Allah. Kedua, mengenai tiga aspek penting dalam sikap politik umat Kristen. Aspek-aspek tersebut adalah (1) Aspek afektif berupa rasa simpati terhadap pemerintah yang berlandaskan kasih (2) Aspek kognitif berupa pengakuan terhadap otoritas pemerintah, yang didasarkan pada kedaulatan dan legitimasi Allah atas pemerintah, (3) Aspek konatif berupa tindakan melakukan kewajiban-kewajiban yang tidak bertentangan dengan iman Kristen. Model sikap politik yang dikemukakan oleh Paulus ini merupakan suatu model yang relevan bagi umat Kristen di Indonesia, sebab model tersebut dapat menjawab pergumulan-pergumulan yang harus dihadapi ketika mereka berhubungan dengan pemerintah. Model sikap politik Paulus tersebut bermanfaat dalam mengevaluasi sikap politik umat Kristen di Indonesia, dan membawa implikasi yang positif bagi hubungan umat Kristen dengan pihak pemerintah pada era reformasi ini. | en_US |