dc.description.abstract | Etika bukan merupakan sesuatu yang asing di tengah-tengah masyarakat karena berpengaruh erat dengan banyak keputusan yang harus diambil oleh setiap orang dalam menjalani kehidupannya. Munculnya berbagai ragam ajaran etika pada masa kini dapat menimbulkan kebingungan di tengah jemaat gereja karena banyak ajaran etika tersebut yang tampak baik dan efektif untuk diterapkan. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi gereja karena hal yang diukur berdasarkan apa yang tampak baik dan efektif dapat bersifat subyektif. Jemaat membutuhkan pengajaran yang benar dan Alkitabiah. Salah satu ajaran etika yang tampak baik dan efektif adalah etika Dalai Lama XIV. Dengan pendekatan historis-deskriptif, didapati bahwa presuposisi Dalai Lama sangan dipengaruhi oleh ajaran Buddha Tibet. Dengan presuposisi ini, Dalai Lama membangun ajaran etikanya, yaitu yang dimulai dengan kesadaran akan adanya penderitaan di dalam dunia ini. Etika yang dikemukakan oleh Dalai Lama merupakan suatu usaha untuk mengatasi penderitaan tersebut sehingga manusia dapat mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Namun ternyata, hasil analisis kritis dari perspektif etika Yesus Kristus menunjukkan bahwa summum bonum etika Dalai Lama ini yaitu kebahagiaan, tidak dapat tercapai. Hal ini disebabkan kerena etika Dalai Lama dibangun dengan paradigma bahwa manusia memiliki potensi di dalam dirinya sendiri untuk mengusahakan kebahagiaannya sendiri. Selain itu, etika Dalai Lama juga mengabaikan keberadaan Allah dalam sejarah kehidupan manusia. Pengabaian ini, bersama dengan keyakinan akan kemampuan manusia, pada akhirnya berakibat bahwa ajaran etika Dalai Lama tidak dapat membawa manusia mencapai kebahagiaan yang sejati, bahkan terjerat di dalam lingkaran penderitaan yang tak habis-habisnya karena manusia sebenarnya telah tercemar oleh dosa dan padanya tidak ada kemampuan untuk mengusahakan kebahagiaan sejati. Eksposisi terhadap Matius 5:3-12 yang merupakan ajaran etika Yesus Kristus, mengungkapkan bahwa manusia dapat mencapai kebahagiaan yang sejati karena kebahagiaan tersebut dianugerahkan oleh Allah. Jadi, tidak sedikitpun mengandalkan kekuatan manusia. Dalam hal tuntutan kesempurnaan etika, manusia yang berdosa dimampukan dan disempurnakan oleh Kristus Yesus. Etika Yesus Kristus adalah penyataan Allah kepada manusia tentang jalan yang benar dalam mencapai kebahagiaan yang sejati. Kedua etika ini memang sangat berbeda dalam presuposisi dan dalam pencapaian kebaikan tertingginya (summum bonum) tetapi, dalam hal tindakan praktis ditemukan banyak kesamaan misalnya dalam sikap anti kekerasan, mencintai perdamaian dan altruisme. Oleh karena itu, dalam skripsi ini juga dipaparkan relevansi-relevansi dari hasil penelitian yang sesuai dengan kondisi gereja pada masa kini yaitu yang melihat kembali kepada the ethics of being orang percaya. | en_US |