Implikasi Keunikan Keimaman Kristus dari Surat Ibrani Menghadapi Pandangan Kaum Pluralis
Abstract
Secara tradisional iman Kristen mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, Pengantara, dan Juru Selamat yang "unik". Keunikan-Nya dipahami dalam pengertian bahwa Ia adalah satu-satunya Tuhan, Pengantara, dan Juru Selamat yang bersifat mutlak, dengan karya serta signifikansi yang bersifat universal, final, dan normatif. Keunikan-Nya itu dimungkinkan oleh karena Ia adalah Allah sekaligus manusia, dengan natur unik dwitunggal ilahi-insani yang tidak terbaurkan sekaligus tidak terceraikan. Menyanggah ajaran tradisional itu kaum Pluralis mengajukan konsep yang "baru" tentang keunikan Yesus Kristus. Dengan memakai istilah yang sama mereka mengajukan konsep yang berbeda, yang mengajarkan bahwa Yesus Kristus hanya merupakan salah seorang di antara banyak tuhan, pengantara, dan juru selamat bagi manusia. Dengan pandangan seperti itu maka mereka telah menghadirkan tantangan atau isu teologis terhadap keyakinan tradisional iman Kristen mengenai keunikan Kristus. Menanggapi pandangan kaum Pluralis itu maka penulis berikhtiar melakukan kajian terhadap konsep Alkitab mengenai keunikan Kristus. Dalam ikhtiar ini penulis memusatkan perhatian pada catatan alkitabiah Surat Ibrani mengenai keunikan keimaman Kristus. Catatan penulis surat ini merupakan suatu upaya alkitabiah dalam menunjukkan keunikan Kristus selaku Imam Besar dibandingkan dengan para imam besar lainnya. Konsep surat Ibrani itu menyaksikan realitas natur diri sejati dari Yesus Kristus sebagai Anak Allah. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah, yang sehakikat dengan Bapa. Ia adalah juga pengantara penciptaan alam semesta, yang setara dalam kekuasaan, kedudukan, dan kemuliaan ilahi-Nya dengan Allah Yang Mahabesar. Konsep surat Ibrani mengenai keunikan Kristus itu juga memperlihatkan realitas kodrat diri yang sejati dari Yesus Kristus sebagai Anak Manusia. Ia adalah Anak Allah yang harus menjadi Anak Manusia agar supaya bisa menjadi Imam Besar atau pengantara pendamaian bagi keselamatan manusia. Ia menjadi Imam Besar Agung bukan karena kesempurnaan ilahi-Nya sebagai Anak Allah, melainkan karena kesempurnaan karakter-Nya sebagai Anak Manusia, melalui ketaatan yang sempurna pada Bapa, tanpa pernah sesaatpun membiarkan diri-Nya berdosa sekalipun harus melewati berbagai pencobaan. Konsep surat Ibrani mengenai keunikan keimaman Yesus Kristus itu membawa satu implikasi bahwa keunikan-Nya itu bersifar mutlak. Ia adalah satu-satunya Tuhan, Pengantara, dan Juru Selamat yang bersifat universal, final, dan normatif. Keunikan mutlak-Nya itu dimungkinkan karena secara ontologis Ia adalah satu-satunya Imam Besar yang bersifart "ilahi-insani-sejarah", yang menerima jabatan keimaman yang kekal, dan yang memiliki karya pendamaian yang sempurna. Keunikan mutlak Kristus ini menantang insan Kristen Injili khususnya untuk tetap mempertegaskan ajaran tradisional mengenai keunikan mutlak Kristus. Juga merangsang umat Kristen pada umumnya untuk tegas mempertanyakan pandangan kristologis kaum Pluralis. Selain itu menggugah semua murid Kristus untuk siap mengkontekstualisasikan keunikan keimaman-Nya di dalam berbagai diskusi kristologis mengenai keunikan-Nya.