dc.description.abstract | Pluralitas agama sebenarnya bukan fenomena baru bagi bangsa Indonesia. Selama masa orde baru saja, secara de jure diakui oleh pemerintah eksistensi lima agama dan puluhan bahkan mungkin ratusan aliran kepercayaan. Setiap penduduk Indonesia menghadapi kenyataan pluralitas agama ini di dalam kehidupan keseharian. Bertetangga, bekerja, dan bersekolah dengan orang yang berlainan agama adalah suatu kenyataan yang dengan mudah ditemui di dalam kehidupan sehari-hari. Pluralitas agama telah menjadi bagian dari apa artinya menjadi penduduk Indonesia. Menyangkal adanya realita ini adalah sebuah kenaifan. Pluralitas agama menyimpan potensi sekaligus bahaya tersendiri. Kemajemukan agama itu bisa menjadi potensi yang kuat, apabila kemajemukan tersebut dihargai dan diterima dengan bijaksana oleh segenap unsur masyarakat yang ada. Apabila hal ini terjadi, maka akan terbentuk sebuah mozaik kehidupan yang indah dan enak untuk dinikmati. Di sisi lain, kemajukan itu sendiri menyimpan potensi untuk menimbulkan masalah yang besar. Perbedaan-perbedaan ajaran agama, apabila tidak ditanggapi dengan bijaksana, maka dapat memicu sebuah pertikaian yang mendalam dan meluas. Tampaknya itu yang sedang terjadi pada saat ini. Tulisan ini akan mencoba menganalisis praktik pendidikan agama saat ini dan mencoba mencari satu bentuk pendidikan agama yang cocok di tengah pluralitas agama yang ada. Ini bukan tantangan baru, tetapi “baru,” karena toh sebenarnya tantangan ini sudah cukup lama ada, tetapi tampaknya belum ada tanggapan yang cukup memadai. Selain itu tantangan ini disebut “baru” karena dinamika relasi antar agama yang terus berkembang hingga saat ini. | en_US |