dc.description.abstract | Komitmen gereja-gereja injili terhadap masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat sering dipertanyakan. Tampaknya mereka telah menj adi gerej a yang menarik diri dari masalah-masalah dunia daripada yang melibatkan diri di dalamnya. Padahal, gereja sesungguhnya dipanggil untuk menjadi terang dan garam dunia, yang salah satu wujudnya adalah sebagai agen Allah dalam membawa perubahan atau transformasi sosial di tengah- tengah masyarakat. Panggilan ini telah disuarakan kembali oleh John Stott melalui pemikiran transformasi sosialnya yang injili. Karena itu, menurut penulis, pemikiran yang’ digagasnya ini sangat penting dan layak untuk mendapat perhatian dan pertimbangan sebagai sebuah bentuk teologi sosial yang dapat memenuhi tuntutan ortodoksi dan ortopraksi.
Penelitian ini bertujuan, pertama, untuk memahami konteks berteologi yang dikerjakan oleh Stott. Pemahaman konteks ini dapat dilihat dari pembahasan bagaimana masalah-masalah sosial itu dapat terjadi—ditafsirkan sebagai akibat proses globalisasi—dan efeknya sedang dialami saat ini; bagaimana sikap kaum injili terhadap masalah-masalah sosial; dan bagaimana hakekat transformasi Kristen dan gereja, sebagai agen transformatif Allah, yang sesungguhnya; kedua, untuk mendeskripsikan pemikiran transformasi sosial Stott. Dalam mendeskripsikannya, ada pemikiran Stott yang perlu mendapat penekanan, seperti eksposisi Alkitab tentang panggilan transfomatif gereja, deskripsi masalah-masalah sosial yang sudah mengglobal, dan gagasan transformasi sosial injili yang utuh sebagaimana yang diajukannya; dan ketiga, untuk melihat keunikan dan menguji relevansi pemikiran transformasi sosialnya pada konteks masa kini. Parameter keunikan pemikiran Stott ini akan ditinjau dari dua perspektif teologi sosial: teologi biblika dan teologi sosial kontemporer.
Penelitian ini pada dasamya adalah sebuah penelitian perpustakaan {library! research), di mana semua data diambil dari literatur-literatur yang tersedia di perpustakaan, kemudian dibagi dalam beberapa kategori untuk dianalisis sehingga mencapai tujuan di atas. Untuk mencapai tujuan itu, penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan: Pertama, pendekatan deskriptif, di mana masalah-masalah sosial dan sikap kaum injili terhadap masalah-masalah sosial dideskripsikan; kedua, pendekatan induktif, yaitu pendekatan untuk menyimpulkan pemikiran Stott tentang transformasi sosial, yang dirumuskan dari beberapa ide atau konsep yang tersebar dalam beberapa literatur yang ditulisnya. Semua data itu dikumpulkan, disintesiskan, dan direkonstruksikan secara sistematis untuk melihat banguhan pikirannya secara utuh dan koheren; ketiga, pendekatan evaluatif, untuk mengevaluasi pemikiran transformasi sosial secara analitis, maksudnya pemikirannya itu akan dievaluasi berdasarkan dua perspektif teologi lain yang sejajar dalam fokusnya, seperti teologi biblika dan teologi sosial kontemporCr (teologi injil sosial, telogi pembebasan dan teologi
transformasi Asia), dengan demikian signifikansi teologis dari pemikiran Stott ini dapat ditemukan; dan keempat, terakhir, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan aplikatif, di mana pemikiran transformasi sosial Stott ditinjau signifikansi dan relevansinya dalam konteks masa kini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara masalah-masalah sosial dengan proses globalisasi—khususnya globalisasi ekonomi—yang telah dan sedang berlangsung, di mana proses ini telah menghasilkan kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Proses ini telah menghasilkan monopoli ekonomi oleh pihak-pihak pemegang kapital tanpamemperhatikan pihak-pihak yang lemah. Di tengah-tengah situasi yang sangat memprihatinkan ini, seluruh komponen masyarakat dunia, termasuk gereja yang ada di dalamnya, seharusnya bertanggung jawab dan dapat melibatkan diri dalam masalah-masalah sosial. Walaupun ada masa-masa di mana gereja injili tampaknya tidak terlalu prihatin dengan isu ini, namun dari sejarah gerakan injili, tampak jelas bahwa keterlibatan sosial kaum injili sudah terjadi di sepanjang sejarah gereja. Bahkan, telah sangat kuat disuarakan oleh tokoh-tokoh injili kontemporer, yang salah satunya adalah John R. W. Stott.
Menurut Stott, idealnya, gereja ditempatkan Allah di tengah-tengah dunia untuk menjadi “garam dan terang,” yang dapat mengubah lingkungan dan masyarakat yang ada di sekitamya. Pengaruh ini dapat diwujudnyatakan dengan cara mempengaruhi, mengasihi, memperhatikan dan melibatkan diri dengan masyarakat yang ada. Namun, sebelumnya hams ada pemahaman yang jelas dan komprehensif terhadap masalah-masalah sosial yang ada. Disimpulkan bahwa persoalan sosial adalah persoalan yang sudah terstmktur dan tersistem, dan memilki hubungan-hubungan yang sangat kompleks, seperti kesenjangan ekonomi, pengangguran, hak azasi manusia, dan lingkungan hidup yang tereksploitasi. Untuk mentransformasi situasi ini, tidak ada jalan lain bagi gereja selain menghadirkan kerajaan Allah dengan kuasanya yang mengubahkan. Ini berimplikasi bahwa pemberitaan injil kerajaan Allah sehamsnya berdimensi ganda, penginjilan dan tindakan sosial (misi yang holisitik). Dengan demikian keseimbangan antara ortodoksi—dalam hal ini ajaran sosial gereja—dan ortopraksi—keterlibatan sosial gereja—dapat terjaga.
Sayangnya, proposal yang diajukan Stott perlu mendapat penyempumaan. Dari analisis yang dilakukan terhadap dua perspektif teologi sosial di atas, ditemukan bahwa dari sudut pandang teologi biblika, konsep transformasi sosial Stott tidak begitu lengkap (utuh), khususnya dalam hampir selumh fondasi PL-nya dan pola transformasi sosial Yesus Kristus dalam PB. Selain itu, dari perbandingan dengan teologi sosial kontemporer, proposal- proposal yang diajukan Stott tampaknya kurang operasional dan belum temji di dalam ruang dan waktu. Membangun fondasi teologi transformasi sosial yang berbasis teologi biblika yang utuh, dan yang bersifat operasional, konkret dan praktis adalah rekomendasi yang dapat diberikan kepada pemikiran Stott. Namun demikian, di balik kekurangan-kekurangan yang ada, usaha Stott perlu dipuji dan dikembangkan di kemudian hari, mengingat isu dan prinsip utama yang telah diangkat oleh Stott dalam pemikirannya menj adi sangat relevan bagi dunia sekarang ini. Usahanya ini setidaknya dapat menggugah kesadaran sosial gereja bahwa dunia—dengan semua orang dan masalah sosial yang ada di dalamnya—adalah milik Tuhan, dan gereja dipanggil dan diutus ke dalamnya sebagai agen Allah untuk membawa transformasi yang sesungguhnya'. | en_US |