dc.description.abstract | Hasil survei membuktikan bahwa orang Kristen memiliki kehidupan moral yang tidak lebih baik dibanding mereka yang belum percaya. Data-data yang didapatkan menunjukkan bahwa orang-orang Kristen injili melakukan ketidaktaatan terhadap tuntutan moral yang jelas terdapat dalam Alkitab, seperti perceraian, materialisme, hubungan seksual, rasisme, dan kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini tentu saja bertentangan dengan natur orang percaya yang telah diselamatkan oleh Kristus. Setelah diselamatkan, orang percaya seharusnya tidak lagi berada di dalam perhambaan dosa, meskipun mereka masih mengalami pencemaran akibat polusi dosa. Dalam hal inilah orang percaya memiliki tanggung jawab untuk mengerjakan keselamatannya, yaitu untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus sampai mereka mendapatkan kehidupan kekal kelak. Proses ini disebut juga dengan proses pengudusan yang berlangsung di sepanjang hidup orang percaya. Proses pengudusan merupakan bagian dari ordo keselamatan yang penting. Pengudusan bukan hanya merupakan anugerah dan karya Allah Tritunggal, tetapi juga menuntut kerja sama dari orang percaya. Orang percaya memiliki peran pasif dan aktif dalam memberikan respons terhadap anugerah keselamatan yang telah mereka terima. Dalam proses pengudusan progresif yang berlangsung seumur hidup ini, Allah memberikan sarana yang dapat dipakai oleh orang percaya.
Salah satu sarana pengudusan yang menjadi penekanan dalam tesis ini adalah hati nurani. Namun, hati nurani bukanlah alat yang sempurna karena hati nurani bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh latar belakang pengajaran seseorang. Hati nurani hanya dapat dipakai menjadi alat yang efektif di tangan Allah apabila dilatih untuk selaras dengan suara Roh Kudus. Penulis menyakini bahwa terdapat dinamika hubungan antara hati nurani dan Roh Kudus yang turut berkontribusi dalam proses pengudusan progresif orang percaya. Penulis juga meyakini bahwa salah satu penyebab terjadinya kemiskinan moral pada orang percaya adalah karena orang percaya tidak melatih hati nuraninya agar dapat selaras dengan kehendak Roh Kudus. Di pihak lain, pendidikan terhadap hati nurani sangat jarang dilakukan terhadap jemaat di gereja. Oleh sebab itu, dengan memberikan tinjauan teologis terhadap dinamika hubungan antara hati nurani dan Roh Kudus, penulis berharap bahwa gereja dapat memiliki kesadaran untuk mengedukasi hati nurani jemaat. | en_US |