Konsep Pengampunan dalam Efesus 4:31-32 dan Implikasinya terhadap Pembimbingan Pastoral bagi Orang-orang yang Mengalami Kepahitan dalam Keluarga.
Abstract
Pengampunan merupakan suatu hal yang paling penting dalam kehidupan orang-orang Kristen. Orang-orang berdosa diselamatkan oleh karena pengampunan yang Allah berikan kepada setiap manusia. Yesus pun dalam pengajaran-Nya (Mat. 6:14-15) mengajarkan murid-murid-Nya untuk dapat mengampuni seperti Kristus mengampuni. Bahkan melalui suratnya kepada jemaat di Efesus dalam Efesus 4:31-32, Paulus mengingatkan mereka untuk membuang segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah, dan kejahatan. Tidak hanya itu, Paulus menginginkan jemaatnya untuk dapat ramah seorang dengan yang lain, penuh kasih mesra, dan saling mengampuni seperti Kristus telah mengampuni.
Namun, dalam realita kehidupan sehari-hari orang Kristen banyak dari mereka yang mengalami kepahitan dan belum dapat mengampuni sesama mereka, khususnya keluarga. Manusia sulit mengampuni orang yang telah menyakiti bahkan membuatnya terluka, apa lagi jika yang menyakitinya adalah keluarga – orang-orang yang terdekat dengan mereka dan sangat sering mereka jumpai. Oleh sebab itu, banyak muncul perceraian, bunuh diri, dan juga anak-anak yang keluar (tidak mau berelasi lagi) dari rumah mereka.
Dengan demikian, muncullah pertanyaan-pertanyaan, seperti: bagaimanakah konsep pengampunan yang tepat menurut Paulus dalam Efesus 4:31-32? Apakah yang dimaksud dengan kepahitan dalam keluarga dan dari mana asalnya? Bagaimana cara seorang hamba Tuhan membimbing jemaat yang mengalami kepahitan dalam keluarga? Dari pertanyaan-pertanyaan berikut muncullah sebuah hipotesis yang mengatakan bahwa pengampunan merupakan salah satu karakteristik yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang yang telah menerima Kristus dan telah menjadi manusia baru. Untuk menjawab pertanyaan dan menguji hipotesis di atas, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan menggunakan metode studi eksegetikal dan kepustakaan dalam melakukan penelitian ini.
Setelah melakukan penelitian ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa seseorang dapat mengampuni keluarganya jika ia sudah tahu dengan jelas dan mengalami bahwa Allah dalam Kristus telah mengampuninya. Seseorang pun mengerti bahwa ia dapat mengampuni keluarganya hanya dengan pertolongan kuasa Tuhan. Dengan demikian, seseorang akan bisa mengampuni sebagaimana Kristus telah mengampuninya.