Tinjauan Alkitab terhadap Konsep Kematian dan Kehidupan setelah Kematian dalam Tradisi Tionghoa dan Implikasinya dalam Pelayanan Penginjilan terhadap Orang Tionghoa.
Abstract
Kebudayaan dan manusia tidak dapat dipisahkan. Manusia menghasilkan budaya dan budaya yang dihasilkan itu mengikat kehidupan manusia. Sebagai bagian dari kebudayaan, tradisi Tionghoa juga mengikat orang-orang Tionghoa dengan berbagai macam kebiasaan dan kepercayaan yang ada di baliknya. Di balik penyembahan leluhur yang menjadi tradisi orang Tionghoa, terbentang konsep kematian dan kehidupan di balik kematian.
Orang Tionghoa percaya bahwa orang yang mati tidak sungguh-sungguh mati (musnah), melainkan terus melanjutkan kehidupannya di dunia lain. Kepercayaan ini memang mirip sekali dengan apa yang diajarkan dalam Alkitab. Namun, kemiripan ini ternyata menghasilkan praksis yang berbeda karena setelah ditelusuri ternyata banyak perbedaan-perbedaan yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Tradisi orang Tionghoa percaya, sama seperti orang yang masih hidup di dunia ini, demikianlah orang yang melanjutkan kehidupannya di dunia lain. Mereka membutuhkan hal-hal duniawi, sama seperti ketika mereka masih hidup di dunia ini. Makan, minum dan pakaian adalah salah-satu kebutuhan dari roh manusia di alam kematian agar mereka tidak mengalami kelaparan. Semua itu harus disediakan oleh keluarga atau keturunannya yang masih hidup di dunia agar roh manusia itu tidak mencelakai atau mendatangkan malapetaka bagi keluarganya.
Kepercayaan ini telah mengikat orang Tionghoa dalam tradisi penyembahan leluhur secara turun-temurun. Semua orang Tionghoa yang belum percaya kepada Tuhan, terikat kepada tradisi pemujaan/penyembahan leluhur sebagai bentuk dari filial piety (bakti kepada orang tua). Penyembahan leluhur ini pula yang menjadi penghalang terbesar bagi orang Tionghoa untuk percaya kepada Tuhan Yesus, karena dalam Alkitab penyembahan leluhur itu dilarang dan merupakan penyembahan berhala.
Tidak dapat disangkali, konsep kematian dan kehidupan setelah kematian memegang peran penting dalam praktik penyembahan leluhur. Mereka yang tidak menyembah leluhur atau mengabaikan kewajiban menyediakan makanan dan minuman bagi roh leluhurnya akan dipandang anak durhaka (tidak berbakti). Namun, di sisi lain, kepercayaan ini juga menarik orang Tionghoa yang masih hidup, agar setelah mati, mereka juga mendapat perlakuan yang sama, supaya tidak menjadi hantu kelaparan.
Siapakah yang harus memutuskan ikatan ini? Orang Kristen yang telah mengalami anugerah keselamatan seharusnya dapat menolong orang Tionghoa untuk terlepas dari konsep yang salah ini. Konsep kematian dan kehidupan setelah kematian yang salah ini harus diluruskan berdasarkan kebenaran firman Tuhan sehingga orang Tionghoa dapat menerima Injil keselamatan yang disediakan bagi segala bangsa, suku bangsa, kaum dan bahasa.