Usaha Rekonstruksi Kejadian 16 dalam Hermeneutika Kwok Pui-Lan
Abstract
Pascakolonialisme berawal dari ideologi yang menelaah kembali pengaruh dan dampak dari kolonialisme bagi Dunia Ketiga. Pengaruh kolonialisme ini berdampak pada segala bidang masyarakat. Pengaruh kolonialisme memunculkan ketidaksetaraan khususnya antara posisi laki-laki dan perempuan, yaitu perempuan dipandang lebih rendah dan tidak memiliki hak yang setara dengan laki-laki. Kwok Pui-lan, sebagai seorang teolog feminis pascakolonial, melihat bahwa pengaruh kolonialisme terhadap Dunia Ketiga salah satunya dihadirkan melalui ketertindasan para perempuan Asia. Kolonialisme menorehkan rasa sakit pada tubuh perempuan-perempuan Asia melalui kekerasan seksual, pemerkosaan, dan penganiayaan.
Untuk memperjuangkan kesadaran akan pembebasan kaum perempuan, Kwok Pui-lan menggunakan metode hermeneutikanya, yaitu imajinasi dialogis, untuk membaca kisah-kisah Alkitab yang berfokus pada cara pandang terhadap gender dan seks. Pada tulisan ini, penulis akan menggunakan imajinasi dialogis tersebut untuk membaca ulang Kejadian 16. Kejadian 16 akan disandingkan dengan kasus perempuan Tionghoa Mei 1998 guna mencari relevansi bagi pembebasan perempuan Asia. Imajinasi dialogis memiliki tiga prinsip, yaitu Alkitab bagi perempuan Asia, menemukan Allah melalui dunia, dan teologi yang membebaskan.
Imajinasi dialogis dengan tiga prinsip tersebut akan digunakan dalam empat tahap, yaitu kepekaan terhadap konflik, proses menelaah kembali penindasan sebagai upaya pembebasan, pembentukan identitas baru, dan kesadaran terhadap penindasan. Penggunaan imajinasi dialogis dalam pembacaan ulang Kejadian 16 yang disandingkan dengan kasus perempuan Tionghoa 1998 dalam empat tahap tersebut akan membuktikan bahwa imajinasi dialogis mampu memberikan relevansi bagi pembebasan penindasan perempuan, yaitu kaum perempuan mampu menemukan gambaran diri yang baru dalam Allah, berani menyuarakan penindasan dan kebebasan, serta mampu menolong sesama perempuan keluar dari penindasan.