Peran Hospitalitas Gereja Terhadap Pelayanan Lintas Budaya Sebagai Prapenginjilan
Abstract
Kehadiran gereja di Indonesia tentu memiliki maksud dan tujuan tertentu. Secara konsisten narasi Alkitab selalu berbicara bahwa umat Allah merupakan berkat bagi bangsa-bangsa yang lain. Gereja di Indonesia merupakan umat Allah mau tidak mau harus hidup di tengah-tengah berbagai keberagaman. Keberagaman yang seharusnya menjadi suatu potensi kekuatan, justru menjadi suatu momok bagi umat Allah. Rangkaian sejarah konflik di Indonesia karena perbedaan agama, suku, dan politik mewarnai sejarah panjang berdirinya bangsa ini. Situasi semacam ini tentu berdampak pada kemampuan gereja untuk memaknai perbedaan yang ada, sehingga pada akhirnya menjadi penghalang bagi gereja untuk menjadi berkat di tengah masyarakat yang plural.
Realitas ini menyebabkan panggilan hospitalitas merupakan sebuah bentuk paling relevan saat ini. Hal ini disebabkan hospitalitas menawarkan suatu bentuk pelayanan bagi gereja terlibat aktif untuk hidup dengan orang yang berbeda dengan mereka. Panggilan yang secara konsisten juga disebutkan di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru hingga diekspresikan secara luas oleh gereja mula-mula, kini memanggil gereja di Indonesia untuk menerapkan kebajikan ini. Hospitalitas sendiri bukanlah suatu penginjilan, tetapi suatu langkah awal bagi pemberitaan Injil. Tanpa hospitalitas, pemberitaan tentang Injil di Indonesia hanyalah dianggap sebagai upaya kristenisasi bahkan mungkin kolonialisasi gaya baru bagi orang-orang yang belum percaya.
Penerapan hospitalitas tidak hanya bertumpu kepada beberapa orang seperti hamba Tuhan, majelis, dan aktivis gereja. Penerapan ini melibatkan seluruh anggota jemaat gereja, karena hospitalitas pertama-tama bukanlah suatu progam tetapi sebuah ekspresi kasih yang nyata dari sebuah umat yang pernah merasakan kemurahan Allah.