Tinjauan Terhadap Kedudukan Perempuan Dalam Suku Batak Toba Menurut Perspektif Alkitab
Abstract
Seluruh aspek kehidupan sosial suku Batak Toba diatur oleh struktur patrilineal masyarakatnya yang berhubungan dengan silsilah. Struktur patrilineal suku Batak Toba telah membuat banyak keluarga Batak Toba memiliki harapan yang berlebihan untuk memiliki anak laki-laki. Mempunyai banyak anak laki-laki merupakan suatu kehormatan yang bisa mengangkat status keluarga di dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. Anak laki-laki adalah adalah generasi penerus yang akan melanjutkan kehormatan dan status keluarga di dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. Harapan yang berlebihan ini juga dapat dilihat melalui ungkapan tradisional suku Batak Toba yaitu maranak sampulu pitu, marboru sampulu tolu (memiliki anak laki-laki tujuh belas, memiliki anak perempuan tiga belas).
Hukum adat Dalihan na Tolu yang berakar dari budaya patriarkat adalah suatu sistem yang mengatur tatanan kehidupan sosial suku Batak Toba. Hukum adat yang berakar dari budaya patriarkat ini telah menempatkan anak perempuan dalam kedudukan yang lebih rendah daripada laki-laki. Ketentuan adat ini menyebabkan terbatasnya ruang gerak perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini juga telah mempertajam stratifikasi sistem sosial dan ekonomi berdasarkan jenis kelamin. Padahal dari awal Allah menciptakan laki-laki dan perempuan itu segambar dan serupa dengan Allah. Firman Tuhan dalam Kejadian 1-3 menunjukkan rancangan Allah baik bagi laki-laki maupun perempuan. Laki-laki dan perempuan diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Allah telah menciptakan perempuan sebagai penolong yang memiliki kedudukan/martabat yang sama dengan laki-laki.
Suku Batak Toba mayoritas adalah orang yang percaya kepada Kristus, namun dalam praktik kehidupan sehari-sehari perempuan masih belum mendapatkan penghargaan yang sama dengan anak laki-laki. Penulis telah melakukan penelitian kepustakaan tentang kedudukan perempuan suku Batak Toba, dan bagaimana Alkitab telah menempatkan martabat perempuan itu sama dengan anak laki-laki. Dalam praktiknya, anak perempuan Batak Toba sering tidak mendapatkan penghargaan yang sama dengan anak laki-laki. Dengan kata lain, perempuan Batak Toba memiliki kedudukan yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Padahal sebagai orang percaya, masyarakat Batak Toba seharusnya memberikan penghargaan yang sama kepada anak laki-laki maupun perempuan. Firman Tuhan dalam Kejadian 1-3 dan Galatia 3:26-29 serta teladan Yesus dalam memperlakukan perempuan seharusnya menjadi dasar bagaimana seharusnya masyarakat Batak Toba menghargai perempuan.