Studi Eksposisi Kata Kerja ‘Ahab dalam Kitab Kidung Agung dan Relevansinya terhadap Keharmonisan Pernikahan Kristen Masa Kini.
Abstract
Sejak zaman PL, sudah ada beberapa kasus yang telah menyelewengkan atau
kurang menghormati status pernikahan. Sebut saja Sarai yang telah menyuruh Abram
untuk meniduri Hagar, gundiknya. Kemudian anak-anak Lot yang memperkosa ayahnya
sendiri untuk memperoleh keturunan. Amnon yang memperkosa Tamar dan masih
banyak kasus yang lainnya.
Persoalan degradasi makna pernikahan ternyata semakin merajalela pada zaman
ini, bahkan semakin kompleks. Oleh sebab itu Allah melalui kitab Kidung Agung, ingin
kembali mengingatkan dan menegur umat manusia, bahwa pernikahan atau hubungan di
antara pria dan wanita itu adalah indah. Dalam kitab Kidung Agung, yang menjadi
penekanan utamanya adalah “kasih,” yang dalam bahasa Ibrani disebut dengan ‘ahab.
Kata kerja ‘ahab menjadi ciri utama yang harus dimiliki dalam pernikahan. Kata kerja
‘ahab dimaknai dengan “kasih,” dan bukan “cinta,” sebab pengertian kata “kasih” jauh
lebih murni dan luhur, jika dibandingkan dengan kata “cinta” yang lebih banyak dikenal
dunia sebagai “cinta monyet.” Istilah “kasih” itu menunjukkan kemurnian, sebab sesuai
dengan karakter Allah yang memiliki “kasih” yang murni adanya.
Kitab Kidung Agung masih sangat relevan dengan kehidupan umat manusia saat
ini, terutama bagi umat Kristen yang pernah membacanya. Dalam pernikahan Kristen,
kasih (‘ahab) merupakan core yang tidak bisa ditawar. Kasih (‘ahab) memiliki beberapa
dimensi secara eksplisit maupun implisit. Kehidupan yang dinyatakan dengan kasih
(‘ahab), maka akan terpancar dalam dimensi komunikasi yang positif, pasutri mampu
saling menghargai, menghormati kelebihan dan kekurangan pasangan.
Kemudian kasih (‘ahab) juga seharusnya dinyatakan dalam dimensi komitmen di
antara pasutri Kristen. Setia kepada pasangan, baik secara fisik maupun secara
emosional. Dan yang terakhir, puncak dari kasih (‘ahab) itu diwujudkan dengan
berhubungan intim dengan sehat. Bagi setiap pasutri Kristen yang telah menerima kasih
Yesus, oleh sebab itu suami dan istri juga harus memiliki kasih itu dalam berelasi dalam
rumah tangga. Kasih yang telah mempertemukan pasutri, kiranya kasih itulah yang juga
dapat mempersatukan pasutri sampai Tuhan datang kedua kalinya.
Pernikahan Kristen seharusnya dapat menjadi teladan bagi pernikahan di dunia.
Tuhan adalah Kepala dari setiap pernikahan Kristen yang ada. Kasih-Nya telah
dicurahkan, dan kasih-Nya itulah yang akan memampukan pasutri untuk hidup saling
mengasihi, sehingga setiap pernikahan Kristen dengan solid dapat membangun
pernikahan yang indah, berdampak di mata gereja, bangsa, dan dunia.