Perbandingan Penerapan Ethos antara Aristoteles dan Paulus serta Implikasinya terhadap Keterbukaan dalam Berkhotbah.
Abstract
Berkhotbah memiliki kaitan erat dengan retorika. Dalam retorika, pembicara perlu terlihat meyakinkan agar bisa memersuasi para pendengarnya. Ethos, pathos, dan logos merupakan elemen retorika yang diusulkan oleh Aristoteles. Di mana ethos berkaitan dengan pribadi pembicara yang perlu terlihat baik di hadapan publik. Dalam berkhotbah, seorang pembicara pun perlu menunjukkan siapa dirinya. Hanya apakah ia harus selalu terlihat baik di hadapan publik? Paulus sebagai seorang pengkhotbah juga berani memperlihatkan kerapuhan dirinya. Berbeda dengan Aristoteles yang membatasi pembicara untuk mengungkapkan hal-hal yang baik saja tentang dirinya.
Penelitian ini berusaha membandingkan perbedaan ethos dalam retorika Aristoteles dan Paulus, serta melihat hubungannya dengan khotbah. Aristoteles dalam konsep yang diusulkannya menjelaskan bahwa seorang pembicara perlu terlihat baik agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh para pendengarnya. Ethos dari Aristoteles sangat berpusat kepada penerimaan pendengar terhadap pembicara. Hal ini bertolak belakang dengan Paulus sebagaimana tercermin dari surat-surat yang ditulisnya. Ia berani menampilkan diri apa adanya, bahkan menampilkan kelemahannya agar Kristus sendiri yang semakin ditinggikan. Ethos dari Paulus begitu berpusat pada kuasa Kristus yang telah mengubahkannya.
Berdasarkan kajian komparatif antara konsep ethos Aristoteles dan Paulus ditemukan bahwa konsep Aristoteles memang terbilang efektif untuk menyampaikan pesan. Para pengkhotbah pun perlu menggunakan beberapa konsepnya agar lebih efektif dalam khotbahnya. Namun, apa yang Paulus lakukan pun sama efektifnya dan dapat diterapkan dalam penyampaian khotbah. Keberanian Paulus dalam mengungkapkan kelemahan dan kerapuhan dirinya menjadi cara agar bisa terhubung dengan jemaat yang dilayani. Pengkhotbah pun diharapkan berani menunjukkan sisi kerapuhannya sewaktu menyampaikan firman.
Dalam melakukan penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah studi kepustakaan. Penulis memakai sumber-sumber cetak maupun elektronik untuk melakukan analisis. Retorika Paulus yang diteliti diambil dari surat Galatia dan Korintus.