Relevansi Inkulturasi Musik Lokal dalam Praktik Musik Kongregasional Gereja-Gereja Protestan di Indonesia.
Abstract
Budaya merupakan sebuah elemen dan aspek dalam dunia yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam hal ini, unsur kekristenan pun juga tak luput dari budaya, karena kekristenan itu sendiri lahir dalam sebuah bentuk budaya, maka budaya diaktualkan sebagai wadah di mana kekristenan dapat terjadi dan berwujud. Oleh karena itu, setiap bentuk manifestasi kekristenan termasuk dalam praktik beribadah, sepatutnya dinyatakan melalui budaya. Hal ini disebabkan karena ibadah mempunyai daya untuk membentuk identitas jemaat serta mampu untuk dibentuk oleh identitas jemaat itu sendiri sebagai masyarakat lokal suatu daerah tertentu. Dengan demikian, inkulturasi sebagai sebuah payung yang menaungi relasi dinamis antara iman Kristen dengan budaya merupakan salah satu langkah yang baik untuk mewujudkan ibadah yang berlandas pada budaya.
Satu hal mendasar dalam ibadah yang seringkali luput dari perhatian gereja adalah mengenai musik kongregasional. Musik kongregasional sebagai elemen dalam ibadah yang erat kaitannya dengan budaya dan memiliki berbagai dimensi yang kompleks, seringkali dianggap statis seolah berada dalam sebuah ruang vakum. Maka dari itu penulisan ini akan menyoroti secara khusus aspek musik kongregasional dalam ibadah beserta dengan peran dan pengaruhnya bagi jemaat.
Dari kedua hal di atas, maka penelitian ini akan menelusuri kaitan, kajian beserta dengan gagasan mengenai inkulturasi dan musik kongregasional dalam aplikasinya terhadap Indonesia, karena masih kurangnya penelitian terhadap budaya dan musik kongregasional di Indonesia. Kajian dalam penelitian ini sebagian besar merujuk pada penggunaan Kidung Jemaat dan Kidung Keesaan sebagai khazanah nyanyian gerejawi yang kerap digunakan di gereja-gereja Protestan di Indonesia.
Beberapa pertanyaan yang akan ditelusuri adalah mengapa inkulturasi dipilih dalam penulisan ini dan bagaimana penerapannya dalam perspektif Protestan? Apa kaitan inkulturasi dengan musik kongregasional? Dan dalam penerapannya untuk Indonesia, bagaimana seharusnya inkulturasi diterapkan dalam praktik musik kongregasional gereja-gereja Protestan di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka metode penelitian akan dilakukan dengan metode kepustakaan dan analitis konstruktif untuk meneliti variabel-variabel besar seperti inkulturasi, musik kongregasional, Kidung Jemaat dan Kidung Keesaan.
Hasil akhir dari penelitian ini ditemukan bahwa ibadah sepatutnya dilakukan dengan partisipatif dan formatif. Dan untuk memperoleh hal tersebut, inkulturasi dapat menjadi salah satu langkah untuk mencapai hal tersebut. Meskipun demikian, inkulturasi bukanlah satu-satunya cara, karena masih ada banyak aspek lainnya yang perlu dipertimbangkan dan dirumuskan lebih lanjut oleh setiap gereja lokal di Indonesia mengenai praktik musik kongregasional yang dilakukan seturut dengan keadaan dan kondisi gereja masing-masing secara lokal. Pada intinya, gereja perlu memberi perhatian lebih pada perwujudan kekristenan dalam budaya dan pada peran musik kongregasional yang dilaksanakan dalam gereja masing-masing.