Disiplin Gerejawi Menurut Surat-Surat Paulus dan Implikasinya Bagi Kehidupan Bergereja Masa Kini
Abstract
Disiplin gereja merupakan kuasa dan otoritas yang diberikan Allah, yang adalah Kepala Gereja kepada gereja yang adalah tubuh-Nya untuk dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk memelihara kekudusan gereja-Nya karena Ia kudus adanya dan tidak dapat bersekutu dengan dosa. Oleh sebab itu, disiplin gerejawi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bergereja dan tidak dapat disamakan dengan hukum duniawi, harus dilaksanakan dan harus sesuai dengan ajaran Alkitab. Mengingat semakin terabaikannya disiplin gerejawi, maka penulis mengangkat tema ini untuk dipelajari dengan tujuan membawa gereja untuk mengetahui dan memperoleh konsep disiplin gerejawi yang benar menurut ajaran Alkitab. Dengan demikian diharapkan gereja (hamba Tuhan, majelis, aktifis, maupun anggota jemaat biasa) berani melaksanakan pendisiplinan yang sesuai dengan ajran Alkitab. Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah dengan melakukan eksposisi khususnya pada surat-surat Paulus yang dalam hal ini difokuskan pada 1 Korintus 5:1-13, Galatia 6:1-2, dan 2 Tesalonika 3:10-15, serta studi literatur dengan tidak mengabaikan hasil diskusi dan pengalaman penulis dalam kehidupan berjemaat. Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa disiplin gerejawi berbeda dengan hukum duniawi dan tidak boleh diabaikan dalam kehidupan bergereja. Paulus menegaskan bahwa pengabaian pendisiplinan dalam gereja merupakan dosa kesombongan dan sama dengan meremehkan pengorbanan Kristus sebagai Domba Paskah (1 Kor. 5:7-8). Dampak dari secuil ragi, di mana seluruh bagian adonan dipengaruhinya, menjelaskan bahaya dosa di dalam jemaat. Jemaat seharusnya berduka atas kejatuhan saudara seimannya dan dengan lemah lembut membawanya kembali kepada persekutuan dengan Allah (1 Kor. 5:2; Gal. 6:1-2; 2 Tes. 3:15). Ada 3 hal penting yang harus benar-benar diperhatikan gereja dalam pelaksanaan disiplin gerejawi: (1) harus memiliki pengertian yang benar tentang disiplin gerejawi bahwa disiplin gerejawi merupakan ekspresi kasih Allah yang harus dilakukan gereja untuk membawa jemaat yang "jatuh" kepada pertobatan dan rekonsiliasi dengan Allah, bukan punishment; (2) harus dilaksanakan dalam otoritas Allah dengan sikap yang mengasihi, menerima dan mengampuni. Semua ketidaktaatan kepada Allah harus dibereskan dan tidak boleh pandang bulu; (3) hasil yang ingin dicapai adalah untuk membawa pemulihan bagi jemaat yang "jatuh", mencegah menyebarnya dosa dalam jemaat, dan memelihara kesaksian hidup gereja di tengah dunia. Melihat kebobrokan moral yang semakin merajalela dalam kehidupan bergereja masa kini, maka sudah saatnya gereja kembali serius memikirkan dan berani melaksanakan disiplin gerejawi dengan benar. Hal ini demi terpeliharanya kesaksian dan kekudusan hidup tubuh Kristus. Rebuking sinning believers is not optional but essential.