Metode Apologetika Prasuposisionalisme dan Penerapannya terhadap Penganut Agama Islam di Indonesia
Abstract
Tulisan ini pertama-tama ditujukan untuk membuktikan prasuposisionalisme sebagai metode apologetika yang alkitabiah di tengah banyaknya metode apologetika yang telah berkembang dalam kekristenan. Sebagai salah satu metode yang berkembang pada abad 20 yang baru saja berlalu, prasuposisionalme memberikan kritik yang tajam terhadap metode apologetika klasik dan evidensialisme yang telah populer pada masa sebelumnya. Selanjutnya, demi nilai praktis bagi tulisan ini, penulis telah mengusahakan suatu penerapan metode prasuposisionalisme terhadap penganut agama Islam di Indonesia. Dalam bagian ini, pembahasan secara khusus diarahkan pada doktrin keselamatan dalam ajaran Islam ortodoks. Berdasarkan teori "culture-spesific apologetics" dari Harold Netland, penulis juga mengembangkan beberapa prinsip pelaksanaan apologetika yang kontekstual dalam kultur Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, metode prasuposisionalisme memandang natur apologetika sebagai konflik posisi spiritual antara orang percaya dan orang tak percaya yang melibatkan aspek intelektual, dan bukan sebaliknya, suatu konflik intelektual yang melibatkan aspek spiritual. Konflik Spiritual ini berdampak pada konflik epistemologi yang selanjutnya tercermin dalam konflik wawasan dunia dengan semua isu di dalamnya. Kedua, metode prasuposisionalisme mendorong kesetiaan orang percaya terhadap Alkitab sebagai prasuposisi epistemologis dalam apologetika. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa Alkitab merupakan ekspresi dari pengetahuan Allah yang seharusnya menjadi referensi dari semua pengetahuan manusia. Berapologetika denan tidak memgakui dan mengekspresikan prasuposisi epistemologis ini merupakan suatu usaha yang tidak memuliakan Allah dan bertentangan dengan mandat apologetika (1 Ptr. 3:15). Ketiga, dalam penerapannya, apologetika prasuposisionalisme harus dijalankan secara kontekstual dengan memperhatikan variabel-variabel pribadi dari setiap orang yang dihadapinya seta konteks budaya yang lebih luas. Tanpa usaha kontekstualisasi ini, apologetika Kristen akan banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan bahkan hasil yang kontra produktif. Terakhir, ajaran Islam yang menolak fakta dan makna kematian Yesus Kristus di kayu salib pada dasarnya merupakan suatu pemberontakan terhadap kebenaran Allah yang tercermin dalam wahyu-Nya (Alkitab). Dalam menghadapi penolakan ini, orang percaya dapat menunjukkan kesalahan pandangan Muslim tersebut bahkan melalui argumentasi yang didasarkan atas prasuposisi Muslim itu sendiri.