Tinjauan terhadap Teologi Trinitarian Mengenai Tujuan Agama S. Mark Heim dari Sudut Pandang Partikularisme Injili dan Implikasinya bagi Dialog Antariman di Indonesia
Abstract
Partikularisme injili adalah pandangan yang membedakan dirinya dari teologi pluralisme. Aliran berpikir ini percaya bahwa Allah tidak dapat diketahui apabila Ia tidak menyatakan diri-Nya. Pernyataan diri Allah terbagi dalam dua bentuk, yakni wahyu umum dan khusus. Kaum injili percaya bahwa wahyu khusus Allah adalah Yesus Kristus yang disaksikan oleh Kitab Suci dan inilah yang menjadi sumber teologi definitif kaum injili. Soteriologi penelitian ini mengambil bentuk eksklusivisme injili yang percaya bahwa karya keselamatan Kristus membutuhkan landasan ontologis dan epistemologis dari Yesus Kristus (kontra inklusivisme). Agama lain dipandang sebagai respon yang riil terhadap wahyu umum Allah baik secara internal maupun eksternal. Karena respon itulah maka agama lain memiliki sekelumit kebenaran namun secara sistemik merupakan kesalahan. S. Mark Heim melandaskan teologinya dari Alkitab, tradisi, dan pluralisme orientasional. Pluralisme orientasional menunjukkan bahwa setiap sudut pandang senantiasa dipandu oleh orientasinya masing-masing sambil tetap memegang universalitas dari tiap pandangan. Keselamatan Kristen, menurut Heim, adalah persekutuan dengan Allah Trinitas. Keselamatan seperti ini membedakan kekristenan dengan tujuan agama lainnya. Sekalipun demikian, tujuan agama alternatif tersebut sanggup dipersatukan oleh keselamatan Kristen meskipun tetap berbeda dan penultimate. Hal ini disebabkan agama lain merupakan intensifikasi dan limitasi dari salah satu dimensi Allah Trinitas. Allah Trinitas memiliki tiga dimensi relasi, yakni impersonal, personal, dan persekutuan. Setiap tujuan agama yang berelasi dengan salah satu dimensi ini akan direalisasikan oleh Allah Trinitas. Melalui jalan ini Heim memberikan dorongan bagi kekristenan untuk mempelajari kebenaran di agama lain yang merupakan hasil intensifikasi terhadap Allah Trinitas. Setelah menelusuri tulisan Hein dan meninjaunya dari perspektif injili dapat ditemukan perbedaan dan ketidaksetujuan dalam beberapa aspek. Keberatan yang paling signifikan terletak pada gambaran eskatologis yang disketsakan oleh Heim. Keberatan ini bertumpu pada beberapa kritik terhadap pemikiran mengenai relasi, tujuan agama kosmis, serta cara Heim menyematkan kebenaran agama lain ke dalam sistem pemikiran Kristen. Tinjauan terhadap pemikiran Heim ini memiliki implikasi dalam dialog antariman di Indonesia. Dialog antariman harus mempertimbangkan partikularitas tiap agama dengan serius, termasuk aspek misionernya. Selain itu diharapkan penginjilan bisa berbentuk resiprokal dan dipandang sebagai wadah pembelajaran yang segar.