Mikhael vs. Iblis Tinjauan terhadap Penggunaan Kutipan Kitab Bukan Kanon dalam Yudas 9 serta Implikasinya bagi Jemaat Masa Kini
Abstract
Kitab Yudas merupakan bagian dari surat-surat umum Perjanjian Baru dengan keseluruhan kitab hanya berisi 25 ayat. Hal ini menjadikan Yudas sebagai salah satu kitab tersingkat dalam Perjanjian Baru. Di sisi lain, kitab Yudas memiliki banyak perdebatan mengenai otoritasnya. Beberapa ahli mempertanyakan otoritas dari kitab ini karena adanya permasalahan-permasalahan, seperti penulisan kitab Yudas yang banyak menggunakan referensi yang patut dipertanyakan, natur kitab yang penuh dengan kecaman dan polemik, dan sikap penulis yang menolak pengajaran yang bertentangan dengannya tetapi tidak memberikan argumen untuk menentang pengajaran mereka. Namun permasalahan yang paling menonjol adalah sumber pengutipan kitab Yudas yang berasal dari luar kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dua sumber yang dipakai penulis adalah kitab pseudepigrapha, yaitu the Assumption of Moses dan the Book of Enoch. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan karena gereja masa kini bahkan tidak memasukkan dua sumber tersebut ke dalam kanon Perjanjian Lama maupun Apokrifa. Pada akhirnya, gereja cenderung menghindari penggunaan kitab ini, baik dalam khotbah maupun dalam pengajaran-pengajarannya. Salah satu penggunaan kitab pseudepigrapha terlihat dalam ayat 9, “Tetapi penghulu malaikat, Mikhael, ketika dalam suatu perselisihan bertengkar dengan Iblis mengenai mayat Musa, tidak berani menghakimi Iblis itu dengan kata-kata hujatan, tetapi berkata: ‘Kiranya Tuhan menghardik engkau!’” Di dalamnya, Yudas menggabungkan dua sumber untuk membangun tulisannya. Pertentangan antara penghulu malaikat Mikhael dan Iblis diyakini dikutip dari kitab the Assumption of Moses atau the Testament of Moses.6 Kisah ini merupakan salah satu legenda Yahudi dan tidak termasuk dalam kanon. Namun, kalimat yang diucapkan oleh malaikat Mikhael pada ayat ini dikutip dari salah satu kitab kanon Perjanjian Lama, yaitu Zakharia 3:2. Ini tentu menarik karena di satu sisi, peristiwa yang dikutip dari penulis berasal dari kitab yang tidak diakui otoritasnya, tetapi di sisi lain, kalimat yang dipakai oleh malaikat Mikhael dikutip dari kitab yang diakui otoritasnya. Masalah-masalah ini menimbulkan pertanyaan mengenai otoritas kitab Yudas dan juga kutipan di luar kanon yang digunakan di dalamnya. Jika kitab Yudas diterima di dalam kanon Perjanjian baru, apakah ini artinya kitab-kitab di luar kanon berotoritas dan benar diinsipirasikan oleh Roh Kudus? Jika bukan, lalu bagaimana Yudas memahami sumber-sumber yang dipakainya? Apa alasannya memakai sumber-sumber di luar kanon? Khususnya, dalam Yudas 9, ia menggabungkan sumber kanon dan luar kanon. Bagaimana Yudas memahami penggabungan dua sumber ini? Penulis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan melihat konteks dan gaya penulisan kitab Yudas. Kedua hal ini tentu mempengaruhi bagaimana Yudas memahami penggunaan kitab di luar kanon pada waktu itu dan alasannya menggabungkan dua sumber yang berbeda otoritasnya. Dari kedua analisa ini, penulis akan menunjukkan bahwa pengutipan dari kitab luar kanon tidaklah memengaruhi otoritas kitab Yudas ataupun membuat kitab luar kanon harus dimasukkan ke dalam kanon Alkitab.