dc.contributor.author | Sidharta, Leonard | |
dc.date.accessioned | 2018-05-31T03:38:07Z | |
dc.date.available | 2018-05-31T03:38:07Z | |
dc.date.issued | 2013 | |
dc.identifier.issn | 1411-7649 | |
dc.identifier.uri | https://doi.org/10.36421/veritas.v14i1.278 | |
dc.description.abstract | Apakah ada cara-cara yang benar untuk merayakan Jumat Agung dan Paskah? Sebagai orang-orang Kristen yang tidak ingin disebut sebagai “orang-orang Kristen KTP,” kita sudah tentu tidak akan dipuaskan dengan jawaban bahwa karena dua hari tersebut adalah dua peristiwa gerejawi yang penting maka kita harus pergi ke gereja dan mengikuti ibadah dengan khusyuk. Pastilah ada jawaban-jawaban yang lebih dalam lagi. Namun di mana kita menemukan jawaban-jawaban tersebut? Paling tidak kita dapat mengatakan bahwa kita harus bersedih pada hari Jumat Agung dan bersukacita pada hari Paskah. Hal tersebut merupakan jawaban yang normal dan bahkan beberapa orang Kristen mengatakan bahwa tanpa ekspresi emosi yang benar orang-orang Kristen belum melaksanakan even-even kudus tersebut dengan cara yang benar dan sungguh-sungguh.
Akan tetapi, meski respons-respons emosional tersebut dapat menjadi respons yang singkat dan tidak mengubahkan kehidupan, ada yang salah dengan mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk melaksanakan even-even tersebut adalah dengan memusatkan emosi kita kepada Yesus entah sebagai korban yang tragis atau sebagai pemenang yang dibenarkan. ... Sebagaimana yang akan saya perlihatkan dibawah ini, salah satu alasan mengapa perasaan kita terhadap Kristus bersifat mengubahkan kehidupan adalah karena perasaan-perasaan tersebut menenggelamkan kita di dalam Kristus. | en_US |
dc.publisher | Veritas: Jurnal Teologi Dan Pelayanan 14 no.1 | en_US |
dc.subject | Good Friday | en_US |
dc.subject | Easter | en_US |
dc.subject | Beauty -- Religious aspects -- Christianity | en_US |
dc.title | Bejana Tanah Liat dan Semak yang Terbakar: Menerima Berkat-Berkat Jumat Agung dan Paskah | en_US |
dc.type | Article | en_US |