Show simple item record

dc.contributor.advisorSidharta, Leonard
dc.contributor.advisorTantra, Carolien E.
dc.contributor.authorSetiawan, Alice
dc.date.accessioned2019-08-22T09:08:22Z
dc.date.available2019-08-22T09:08:22Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/635
dc.description.abstractDikotomi mengenai kognisi dan afeksi merupakan permasalahan yang sering terjadi di dalam hidup kekristenan. Pemisahan ini pun terjadi di dalam hal ibadah dan akan memengaruhi pandangan gereja tersebut terhadap musik. Bagi sebagian gereja yang menganggap kognisi (pengetahuan) adalah yang terutama, musik (sebagai perangsang emosi) dapat dianggap tidak terlalu penting. Sedangkan, bagi sebagian gereja yang menganggap afeksi adalah hal yang utama, musik akan diutamakan dengan maksud untuk merangsang emosi. Maka dari itu, di dalam skripsi ini, pembahasan yang akan dilakukan adalah pembahasan dari aspek kognitif serta estetis dari emosi. Emosi itu sendiri bukanlah suatu irrational force, karena emosi juga mempunyai nilai kognitif. Hal yang menarik, hubungan keduanya merupakan hubungan timbal balik. Satu sisi, pengetahuan perlu dipertajam dengan reaksi emosi (afektif), namun di sisi lain, ―penajaman kognitif ini justru akan membuat nilai afektif itu sendiri meningkat. Sumbangan teoretis ini dapat diaplikasikan di dalam penerapan tentang musik. Satu sisi, musik dipercaya dapat membawa manfaat rohani (edifikasi) di dalam ibadah karena melalui musik tersebut jemaat dapat lebih memahami pesan kognitif dari Firman Tuhan. Di sisi lain, Firman Tuhan pun dapat meningkatkan pemahaman seseorang akan musik. Pembahasan ini penting untuk diangkat karena dikotomi mengenai kognitif dan afektif di dalam ibadah merupakan masalah mendasar dan umum terjadi di dalam gereja. Padahal, sebenarnya kognitif dan afektif (penerapan lebih spesifiknya: pengetahuan dan pengalaman akan Firman) merupakan hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah kesatuan kognisi dan emosi baru benar-benar dapat terjadi jika ada―pribadi yang menjadi objek. Konsep Alkitab melalui kata Yada dan Ginosko juga menunjukkan bahwa pengenalan akan―pribadi (Allah) tidak bisa dilepaskan daripada kesatuan kognisi dan emosi. Di dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai hubungan emosi dengan musik yang akan menjadi titik terang atau contoh sederhana mengenai kesatuan afektif dan kognitif di dalam ibadah. Dengan kata lain, penulis juga berpendapat bahwa musik dapat membantu jemaat untuk dapat memahami nilai kognisi (Firman Tuhan) di dalam ibadah. Melalui studi kepustakaan yang dilakukan, penulis memulainya dengan pembahasan secara deskriptif mengenai nilai kognitif emosi. Kemudian, setelah dilakukan analisa dan sintesa dengan fungsi edifikasi musik, penulis menyimpulkan dan menyertakan bagaimana penerapan konsep tersebut di dalam ibadah. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan penelitian ini adalah musik sebagai sebuah titik terang mengenai kesatuan aspek kognitif dan afektif merupakan hal yang penting di dalam sebuah ibadah, karena dapat menolong jemaat untuk dapat lebih memahami frman Tuhan. Oleh karena itu, gereja harus memperhatikan perancangan musik dalam ibadah.en_US
dc.publisherSekolah Tinggi Teologi SAATen_US
dc.subjectemosien_US
dc.subjectkognisien_US
dc.subjectmusiken_US
dc.subjectibadahen_US
dc.titleNilai Kognitif Emosi di dalam Fungsi Edifikasi Musik dan Penerapannya dalam Ibadah.en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nidn2328047901
dc.identifier.kodeprodi77201
dc.identifier.nim20131041461


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record