Show simple item record

dc.rights.licenseAttribution-NonCommercial-NoDerivs 4.0
dc.contributor.authorSoesilo, Vivian A.
dc.date.accessioned2018-05-09T07:14:51Z
dc.date.available2018-05-09T07:14:51Z
dc.date.copyright2006
dc.date.issued2006-04
dc.identifier.issn14417649
dc.identifier.urihttp://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/131
dc.description.abstractPengalaman mengkonseling beberapa orang yang mengalami luka batin, terutama Bu Lely (BL, 38 tahun) membuat saya tertarik untuk belajar lebih banyak tentang kesulitan untuk mengampuni. Sejak kecil BL mengalami berbagai penganiayaan dan pernikahannya dengan Pak Kadir (PK) selama 8 tahun makin membuatnya mengalami berbagai kekerasan fisik, emosi, seksual yang dahsyat dan bertubi-tubi. Setelah 32 bagian dari tubuhnya retak, 8 di antaranya di bagian kepala, dan BL berubah dari orang yang atletis menjadi orang yang perlu bantuan kursi roda, BL menceraikan suaminya. PK harus mendekam di penjara selama 16 tahun. Waktu saya berjumpa dengan BL untuk pertama kalinya, BL sudah dikonseling oleh beberapa konselor lainnya selama dua tahun. Memang dapat dimengerti kalau hati, pikiran dan gerak-gerik BL penuh dengan kemarahan. Dalam beberapa konseling kemudian, saya bertanya apakah BL mau mempertimbangkan pengampunan dalam proses penyembuhan luka batinnya yang sangat dalam. “Tidak mungkin!” Tetapi dua bulan kemudian BL berkata, “Saya sudah mengampuni PK!” Menurut BL, ini pertama kalinya, ia dapat menyebut nama PK dalam tiga tahun terakhir. Keputusan mengampuni PK membuat beban BL terlepas, katanya seperti bayi yang baru lahir saja. Namun dua bulan kemudian BL berubah, “Saya tidak akan mengampuni mama, ia [tidak mau sebut nama PK] dan pemerintah! Saya sudah putus hubungan dengan mereka semua!” Sebulan kemudian BL menunjukkan kepada saya setumpuk karya seni yang baru ia gambar tentang berbagai orang penting dalam hidupnya dan berkata, “Saya sudah mengampuni dan berbaik kembali dengan mama.” Beberapa minggu kemudian BL “berbicara” dengan PK melalui kursi kosong selama beberapa menit, secara simbolis “membakar” kepahitan batinnya di lilin yang saya bantu nyalakan (BL sulit mengkoordinasi jarinya, salah satu dampak dari kekerasan fisik yang diterimanya). Namun beberapa minggu kemudian, BL kembali sulit mengampuni lagi. Dalam proses lebih mengerti kesulitan untuk mengampuni ini membuat saya tertarik untuk menulis artikel ini. Saya membagi artikel ini menjadi lima bagian, yaitu definisi singkat pengampunan, mengurangi “perasaan tidak mengampuni,” manfaat pengampunan, kesulitan mengampuni, dan ringkasan.en_US
dc.publisherSeminari Alkitab Asia Tenggaraen_US
dc.rights.urihttps://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/
dc.subjectForgiveness -- Religious aspects -- Christianity.en_US
dc.titleMencoba Mengerti Kesulitan untuk Mengampuni : Perjalanan Menuju Penyembuhan Luka Batin yang Sangat Dalamen_US
dc.typeArticleen_US
dc.rights.holder2006 by Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan. All rights reserved.


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Attribution-NonCommercial-NoDerivs 4.0
Except where otherwise noted, this item's license is described as Attribution-NonCommercial-NoDerivs 4.0