Show simple item record

dc.contributor.advisorSoegianto, Hari
dc.contributor.authorWarokka, Jemmy
dc.date.accessioned2021-04-05T02:42:28Z
dc.date.available2021-04-05T02:42:28Z
dc.date.issued2009
dc.identifier.urihttp://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/1295
dc.description.abstractBlended worship adalah sebuah gaya ibadah yang memiliki empat tahap, yaitu tahap berkumpul, mendengarkan firman, menerima perjamuan, dan pengutusan. Gaya ibadah ini dipopularkan oleh Robert E. Webber, yang diharapkan dapat menjadi sebuah alternatif untuk menjawab tantangan mengenai perbedaan-perbedaan gaya ibadah yang terkenal dengan sebutan worship wars. Saat ini ada dua kubu besar yang saling bertentangan, yaitu kubu konservatif yang mempertahankan tradisi melalui lagu-lagu himne yang menekankan sikap hormat kepada Allah, dengan kubu kontemporer yang menggunakan lagu-lagu kontemporer serta menekankan rasa dekat kepada Allah dalam ibadahnya. Blended worship mencoba untuk menjembatani kedua kubu tersebut. Dalam skripsi ini, penulis melakukan tinjauan terhadap blended worship melalui sudut pandang Alkitab dan liturgi Kristen yang dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama, berdasarkan teologi, prinsip, dan karakteristiknya maka blended worship adalah sebuah gaya ibadah yang berakar dan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran Alkitab. Teologinya dibangun melalui refleksi tentang konsep ibadah dari Kel. 19-24, dan prinsip serta karakteristiknya memberikan penekanan bahwa Allah adalah pusat ibadah, dan ibadah adalah sebuah perayaan untuk memperingati karya Allah bagi manusia yang digenapi melalui Kristus. Kedua, ibadah dalam Alkitab memberikan sebuah penekanan kepada keseimbangan antara rasa dekat dan rasa hormat kepada Allah, dan salah satu tujuan kehadiran blended worship adalah menyeimbangkan hal tersebut. Ketiga, blended worship sangat menghargai tradisi yang sesuai dengan perjalanan sejarah liturgi Kristen. Ini tercermin dari penggunaan lagu-lagu himne dalam liturginya, namun juga mencoba untuk menyesuaikan dengan gaya masa kini agar dapat menjawab tantangan zaman ini. Kaum muda dalam rentang usia 18-30 tahun sedang berada dalam masa transisi dan sedang menuju tingkat kematangan. Pada masa ini ada beberapa kebutuhan yang penting, yaitu kebutuhan untuk merasa berarti, berkreativitas, berprestasi, dan intimasi. Berdasarkan karakteristik dan kebutuhan kaum muda tersebut, maka pada bagian akhir skripsi ini, penulis menyimpulkan bahwa blended worship merupakan sebuah gaya ibadah yang dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kaum muda. Gaya ibadah blended worship memaksimalkan seni dan penggunaan lagu kontemporer yang dapat memenuhi kebutuhan kaum muda untuk berkreativitas, berprestasi, serta menciptakan hubungan yang akrab antar kaum muda.en_US
dc.publisherSeminari Alkitab Asia Tenggaraen_US
dc.subjectblended worshipen_US
dc.subjectibadahen_US
dc.subjectkonservatifen_US
dc.subjectkontemporeren_US
dc.subjectliturgien_US
dc.subjectkaum mudaen_US
dc.titleTinjauan Kritis Konsep Blended Worship Bagi Ibadah Kaum Muda Gereja-Gereja Protestan Pada Masa Kinien_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nidn2324126701
dc.identifier.kodeprodi77103


Files in this item

FilesSizeFormatView

There are no files associated with this item.

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record