Show simple item record

dc.contributor.advisorKuswanto, Cornelius
dc.contributor.authorMulia, Hendra Gustiana
dc.date.accessioned2021-03-10T01:59:35Z
dc.date.available2021-03-10T01:59:35Z
dc.date.issued2010-07
dc.identifier.urihttp://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/1093
dc.description.abstractDalam gereja-gereja, temasuk gereja-gereja injili, dorongan mencapai kekudusan hidup terbatas hanya kepada pesan-pesan moral. Formasi spiritual tidak mendapat perhatian yang cukup dan serius dalam program pembinaan warga gereja. Karena itu, perlu untuk memikirkan ulang pola formasi spiritual yang selama ini dijalankan. Berdasarkan pengalaman rohani unik masing-masing, Luther dan Ignatius dapat saling melengkapi dalam menyusun pola pembinaan formasi spiritual bagi gereja injili. Luther dengan penekanannya pada pembacaan Alkitab, sedangkan Ignatius mempunyai penekanan pada pengalaman bersama dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai pewaris dari gerakan Reformasi, gereja-gereja Protestan mengikuti pola formasi spiritual yang dilakukan oleh Martin Luther. Ia mengalami titik balik spiritualitasnya pada saat ia mempelajari Roma 1:17 dan mendapat pencerahan melaluinya. Dalam pertobatannya terdapat dua dimensi, yakni dimensi kognitif dan dimensi mistik. Dimensi kognitif pengalaman spiritual Luther nampak dalam pengertian "baru" (karena Agustinus pun mempunyai pengertian yang sama dengan apa yang Luther temukan) yang ia dapatkan melalui ayat tersebut, yakni pembenaran melalui iman. Apa yang terjadi dalam pengalaman konversi spiritualitas Luther bukan sekadar penemuan kognitif akan suatu kebenaran. Ada dimensi lain, yakni dimensi mistik dari pengalaman Luther. Dimensi ini merupakan pekerjaan Roh Kudus dalam diri Luther. Bila sebelumnya Luther merasa Allah adalah Allah yang keras, yang siap menghukum orang-orang yang berdosa, kini ia dapat melihat Allah adalah Allah yang maha kasih dan penuh anugerah kepada orang berdosa. Pengertian ini memberi sukacita yang mendalam dan melepaskan Luther dari tekanan berat karena dosa-dosa yang dilakukannya. Sayangnya, dimensi mistik dari pengalaman spiritual Luther seringkali dilalaikan. Seiring berkembangnya mentalisme zaman modern yang menekankan rasionalisme, hanya dimensi kognitif yang dikerjakan dalam formasi spiritual. Dalam hal ini, spiritualitas Ignatius dapat menolong formasi spiritual yang seimbang, baik kognitif maupun mistik. Ignatis mendorong orang untuk mempunyai kesadaran akan pekerjaan Roh Kudus untuk hidup bersama dengan Tuhan dalam keseharian. Melaluinya, orang percaya tertolong untuk selalu memberi tempat bagi pekerjaan Roh Kudus dan kehadiran nyata Kristus dalam hidup orang percya, sehingga firman Tuhan dapat membentuk diri orang percaya menjadi makin serupa dengan Kristus. Dengan memegang kedua unsur formasi spiritual dari kedua tokoh ini, formasi spiritual dapat dikerjakan bagi gereja-gereja, khususnya gereja-gereja injili. Dalam mengerjakan revisi formasi spiritual ini, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan terlebih dulu, yakni pembinaan warga jemaat dan ibadah. Keduanya dapat mencapai seluruh jemaat sehingga dampak pembinaan lebih mempunyai jangkauan yang lebih luas. Dalam keduanya, dimensi dalam formasi spiritual dapat diberi tempat yang seimbang.en_US
dc.publisherSeminari Alkitab Asia Tenggaraen_US
dc.subjectformasi spiritualen_US
dc.subjectspiritualitasen_US
dc.subjectLuther, Martin, 1483-1546.en_US
dc.subjectIgnatius, of Loyola, Saint, 1491-1556.en_US
dc.titleFormasi Spiritual dalam Gereja-Gereja Injili di Indonesia berdasarkan Sintesa Spiritualitas Martin Luther dan Ignatius dari Loyola.en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.kodeprodi77002
dc.identifier.nim20071110004


Files in this item

FilesSizeFormatView

There are no files associated with this item.

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record