Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Seminari Alkitab Asia Tenggara) HUBUNGAN KOPING DAN KELEKATAN PADA ORANG TUA DENGAN POSTTRAUMATIC GROWTH PADA PENYINTAS BENCANA PALU 2018 Tesis Ini Diserahkan kepada Dewan Pengajar STT SAAT Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Teologi oleh Mariana Sinardi Malang, Jawa Timur April 2022 ABSTRAK Sinardi, Mariana, 2022. Hubungan Koping dan Kelekatan pada Orang Tua dengan Posttraumatic Growth pada Penyintas Bencana Palu 2018. Tesis, Program studi: Magister Teologi, Konsentrasi Konseling, Sekolah Tinggi Teologi SAAT, Malang. Pembimbing: Aileen P. Mamahit, Ph.D. dan Andreas Hauw, D.Th. Hal. xiv, 128. Kata Kunci: Posttraumatic Growth (PTG), Trauma, Koping, Kelekatan, Bencana. Bencana alam yang terjadi di Palu pada tahun 2018 berupa gempa, tsunami, dan likuefaksi mendatangkan banyak trauma bagi para penyintasnya. Peristiwa traumatis tersebut tidak selalu hanya membawa dampak negatif, melainkan dijumpai adanya dampak positif berupa pertumbuhan pascatrauma (Posttraumatic Growth/PTG), yang terlihat dalam bentuk apresiasi terhadap hidup, kekuatan pribadi, peluang baru, relasi dengan orang lain, dan perubahan spiritual. Berbagai penelitian menunjukkan beberapa variabel sebagai pendorong munculnya PTG. Hipotesis penelitian adalah makin besar kemampuan seseorang untuk koping makin besar pula pertumbuhan pascatrauma yang terjadi dan makin aman kelekatan seseorang dengan orang tua, makin besar pertumbuhan pascatrauma yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara koping dan kelekatan pada orang tua dengan PTG pada penyintas bencana Palu 2018. Penelitian dilakukan menggunakan metode korelasi kuantitiatif dengan penyintas bencana berusia 18-29 tahun (usia dewasa awal) sebagai subjek penelitian. Alat ukur yang digunakan adalah Posttraumatic Growth Inventory (PTGI), Coping Scale, dan Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) bagian kelekatan pada orang tua. Teknik sampling yang digunakan adalah snowball dengan kuesioner daring menggunakan google form dan pengumpulan data berlangsung selama kurang dari dua bulan. Data yang terkumpul untuk dapat diolah secara statistik adalah sebanyak 225 data. Hasil pengolahan data menunjukkan adanya hubungan yang sedang antara koping dan PTG dengan nilai r sebesar 0,528 dan hubungan yang lemah antara kelekatan pada orang tua dan PTG dengan nilai r sebesar 0,236. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kesesuaian dengan hipotesis, yaitu makin besar kemampuan koping seseorang, makin besar pertumbuhan pascatrauma dan makin aman kelekatan seseorang dengan orang tua, makin besar pertumbuhan pascatrauma yang terjadi. DAFTAR ISI DAFTAR ILUSTRASI xii DAFTAR SINGKATAN xiii DAFTAR ISTILAH xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Masalah 1 Perumusan Masalah 11 Tujuan Penelitian 11 Hipotesis 12 Manfaat Penelitian 12 Cakupan dan Batasan Penelitian 13 Sistematika Penulisan 14 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 Posttraumatic Growth (PTG) 16 Definisi 17 Domain Empiris dan Model Teoretis 23 Faktor-Faktor Pendukung PTG 27 Koping 27 viii Fungsi dan Kategori Koping 29 Koping dan Trauma 31 Korelasi Koping dan PTG 33 Kelekatan pada Orang Tua 36 Empat Pola Kelekatan 37 Kelekatan dan Trauma 41 Korelasi Kelekatan pada Orang Tua dan PTG 42 BAB 3 TINJAUAN TEOLOGIS 45 Kritik Naratif dan Kritik Biblikal Psikologis dengan Pendekatan Teori Trauma 46 Aspek Kritik Naratif 49 Sudut Pandang Penulisan 49 Latar 50 Karakterisasi Tokoh 52 Yusuf dan Trauma 57 Yusuf dan Posttraumatic Growth 62 Koping dan Kelekatan pada Orang Tua dalam Narasi Yusuf 67 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 72 Desain Penelitian 72 Variabel Penelitian 73 Definisi Konseptual dan Operasional 74 ix Populasi dan Sampel Penelitian 76 Teknik Pengambilan Sampel 79 Alat Ukur Penelitian 80 Prosedur Penelitian 85 Teknik Analisis Data 86 Keterbatasan Penelitian 87 BAB 5 HASIL PENELITIAN 88 Hasil Penelitian 89 Hasil Statistik Deskriptif 89 Hasil Uji Asumsi Metodologi 93 Hasil Analisis Korelasi Bivariat 96 Hasil Uji Effect Size 97 Diskusi Hasil Penelitian 98 Koping dan PTG 99 Kelekatan pada Orang Tua dan PTG 100 Refleksi Narasi Biblikal dan Hasil Penelitian 102 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 104 Kesimpulan 104 Saran 106 Implikasi 107 LAMPIRAN 1 The Holmes and Rahe Stress Scale (SRRS) 109 x LAMPIRAN 2 Kuesioner Daring 111 DAFTAR KEPUSTAKAAN 123 xi DAFTAR ILUSTRASI Gambar 1. Peta Kota Palu 2 2. Kerangka Penelitian 11 3. Model Teoretis PTG 25 Tabel 1. Usia Responden 89 2. Statistik Deskriptif Usia Responden 90 3. Jenis Kelamin Responden 90 4. Agama Responden 91 5. Jenis Bencana yang Dialami Responden 92 6. Uji Normalitas 94 7. Uji Linieritas Koping dan PTG 95 8. Uji Linieritas Kelekatan dan PTG 95 9. Uji Korelasi Variabel Bebas dan Variabel Terikat 96 10. Uji Effect Size 98 xii DAFTAR SINGKATAN PTG Posttraumatic Growth PTS Posttraumatic Stress PTSD Posttraumatic Stress Disorder PTGI Posttraumatic Growth Inventory IPPA Inventory of Parent and Peer Attachment Kej. Kejadian (kitab) EFC Emotion-focused coping PFC Problem-focused coping xiii DAFTAR ISTILAH PTG. Bentuk singkatan dari Posttraumatic Growth, yaitu pertumbuhan positif yang terjadi pada individu setelah mengalami peristiwa traumatis. Koping. Dari kata bahasa Inggris, coping, yang berarti cara yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan perubahan. Likuefaksi. Fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa. Tsunami. Gelombang laut dahsyat (gelombang pasang) yang terjadi karena gempa bumi atau letusan gunung api di dasar laut. Tinggi gelombang bisa hanya 300 mm, tetapi panjang gelombang bisa mencapai 200 km. Dewasa Awal. Dari kata bahasa Inggris, emerging adult, yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan individu yang tinggal di negara industri yang sedang berada dalam masa peralihan penting dalam hidupnya. EFC. Bentuk singkatan dari emotion-focused coping, yaitu koping yang diarahkan untuk mengatur respons emosional terhadap masalah yang dihadapi. PFC. Bentuk singkatan dari problem-focused coping, yaitu koping yang diarahkan untuk mengelola dan mengubah masalah yang dihadapi. xiv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kota Palu adalah ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah yang terletak pada kawasan dataran lembah Palu dan teluk Palu. Berdasarkan sejarah, Palu adalah “Kota Baru” yang letaknya di muara sungai. Kota Palu berbatasan dengan Kabupaten Donggala di wilayah utara, Kabupaten Sigi di bagian selatan, sedangkan daerah timur berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong, dan batas barat kota Palu adalah Kabupaten Donggala. Pada hari Jumat, 28 September 2018 terjadi runtunan bencana alam berupa gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi yang menyasar pantai dan daratan wilayah kota Palu dan sekitarnya. Bencana alam ini diawali dengan gempa bumi tektonik yang terjadi pada pukul 18:02:44 WITA di jarak 26 km utara Kabupaten Donggala pada kedalaman 10 km, dengan magnitudo 7,7. Setelahnya, berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terjadi 76 gempa susulan hingga pukul 03:55 WITA keesokan harinya.1 Getaran gempa ini dapat dirasakan di sebagian 1Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, “Gempabumi Tektonik M=7.7 Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada hari Jumat, 28 September 2018, Berpotensi Tsunami,” siaran pres, 29 September 2018, diakses 20 Mei 2021, https://www.bmkg.go.id/press-release/?p=gempabumi-tektonik- m7-7-kabupaten-donggala-sulawesi-tengah-pada-hari-jumat-28-september-2018-berpotensi- tsunami&tag=press-release&lang=ID. 1 besar wilayah Pulau Sulawesi bahkan hingga wilayah Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.2 Teluk Kab. Parigi Palu Kab. Donggala Moutong Kab. Donggala Kota Palu Kab. Sigi Gambar 1 Peta Kota Palu. Sumber: H. Rusydi, Rustan Effendi, dan Rahmawati, “Vulnerability Zoning of Earthquake Disaster of Palu,” International Journal of Science and Applied Science 1, no. 2 (2017): 141 Gempa bumi dengan magnitudo 7,7 tersebut kemudian menyebabkan longsoran dasar laut dan beberapa menit setelahnya, tsunami menimpa Donggala dan Palu. Setidaknya terjadi tiga gelombang tsunami dengan jarak 1 menit, 5 menit, dan 10 menit setelah gempa terjadi dengan amplifikasi tertinggi sebesar 11,3 m di Palu Timur.3 Berdasarkan catatan sejarah, peristiwa tsunami tahun 2018 bukanlah peristiwa yang pertama terjadi di daerah Palu dan sekitarnya. Tercatat, setidaknya 2Sugeng Pribadi et al., Merekam Jejak Tsunami Teluk Palu 2018 (Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika, 2018), 1, diakses 20 Mei 2021, https://www.bmkg.go.id/berita/?p=merekam-jejak- tsunami-palu-2018&lang=ID&tag=gempabumi. 3Pribadi et al., Merekam Jejak Tsunami, 2. 2 telah terjadi lima kali tsunami pada tahun 1921, tahun 1927, tahun 1938, tahun 1966, dan tahun 2018.4 Selain tsunami, gempa juga mengakibatkan bencana likuefaksi yang terjadi di Kelurahan Petobo dan Perumnas Balaora di kota Palu.5 Dr.Eng.Imam Achmad Sadisun dari Kelompok Keahlian Geologi Terapan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB menyatakan bahwa likuefaksi dapat terjadi pada tanah yang jenuh air. Air tersebut terletak di antara pori-pori tanah dan membentuk tekanan air pori.Gempa bumi yang kuat dan tiba-tiba akan membuat tekanan air pori naik sehingga terjadi likuefaksi. Tanah yang berada dalam kemiringan kemudian bergerak berdasar gravitasi bumi dan semua benda yang berada di atas tanah tersebut, baik rumah, tiang listrik, pohon, dan lain sebagainya juga ikut bergerak.6 Dari ketiga bencana tersebut, dilaporkan total korban meninggal sebanyak 2.227 jiwa, korban hilang sebanyak 965 jiwa, dan korban luka sebanyak 2.537 jiwa. Rumah dalam kondisi rusak berat sebanyak 24.739 buah, rusak sedang sejumlah 18.892 rumah, rusak ringan sebanyak 22.820 rumah, dan 1.784 rumah hilang di area kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Moutong.7 4Ibid., 1–2. 5“Palu: Kondisi Sebelum dan Sesudah Gempa Termasuk di Petobo dan Balaroa,” BBC News Indonesia, 2 Oktober 2018, diakses 22 Mei 2021, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45721130. 6Adi Permana, “Mengapa Terjadi Likuifaksi Di Palu Menurut Ahli Geologi ITB,” Institut Teknologi Bandung, 6 Oktober 2018, diakses 20 Mei 2021, https://www.itb.ac.id/news/read/56834/home/mengapa-terjadi-likuifaksi-di-palu-menurut-ahli-geologi- itb. 7Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Laporan Finalisasi Data dan Informasi Bencana Gempa Bumi, Tsunami dan Likuifaksi di Sulawesi Tengah Per Tanggal 20 Des 2018 (Palu: Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, 2018), 4, diakses 21 Mei 2021, https://www.humanitarianresponse.info/en/search?search=Laporan+Finalisasi+Data+dan+Informasi+B encana+Gempa+Bumi%2C+Tsunami+dan+Likuifaksi+di+Sulawesi+Tengah+Per+Tanggal+20+Des+2 018. 3 Dengan kondisi tersebut, sangat umum jika para penyintas bencana mengalami trauma. Trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani.8 American Psychological Association menyatakan bahwa trauma mengacu pada peristiwa atau pengalaman yang mengejutkan dan luar biasa dan umumnya melibatkan ancaman besar pada keselamatan fisik, emosi atau psikologis, dan well-being individu korban dan/atau orang yang dikasihi atau teman.9 Sementara itu, Tedeschi et al. mendefinisikan trauma sebagai peristiwa yang membuat seseorang sangat stres dan menantang perubahan hidup orang tersebut. Definisi ini mengikuti definisi yang dibuat sebelumnya di tahun 2006.10 Berdasarkan definisi trauma dan jumlah korban yang tercatat, bencana Palu merupakan ancaman besar pada keselamatan fisik, emosi atau psikologis, dan well- being yang membawa stres tersendiri bagi penyintas. Dengan demikian, bencana alam Palu merupakan peristiwa yang bersifat traumatis bagi para penyintasnya. Berkenaan dengan trauma, tiap individu memiliki respons tersendiri terhadap peristiwa traumatis yang pernah dialaminya. Setelah bencana, para penyintas dapat mengalami reaksi psikis yang bertingkat, dari Posttraumatic Stress (PTS) hingga Posttraumatic Growth (PTG).11 Gejala PTS dapat berupa PTSD (Posttraumatic Stress 8KBBI Daring, s.v. “Trauma,”, diakses 21 Mei 2021, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/trauma. 9American Psychological Association, Clinical Practice Guideline for the Treatment of PTSD (Washington: American Psychological Association, 2017), 26. 10Richard G. Tedeschi et al., Posttraumatic Growth: Theory, Research, and Applications (New York: Routledge, 2018), 4. 11Matthew L. Spialek, J. Brian Houston, dan Kyle C. Worley, “Disaster Communication, Posttraumatic Stress, and Posttraumatic Growth Following Hurricane Matthew,” Journal of Health Communication 24, no. 1 (Januari 2019): 65. 4 Disorder), perasaan duka, depresi dan kecemasan, bunuh diri dan keinginan untuk bunuh diri, penggunaan substansi terlarang, dan stres yang berkaitan dengan masalah kesehatan,12 sebaliknya PTG adalah pertumbuhan pascatrauma yang menghasilkan perubahan positif. PTG merupakan hasil dari proses yang diinisiasi oleh tantangan penting terhadap dunia asumsi seseorang — sebuah tantangan pada keyakinan inti mereka.13 Lima luaran yang muncul dari PTG adalah apresiasi terhadap hidup, kekuatan pribadi, peluang baru, relasi dengan orang lain, dan perubahan spiritual.14 PTG merupakan hasil yang diharapkan muncul pada individu setelah mengalami peristiwa traumatis, dan dari berbagai penelitian diketahui berbagai faktor berkontribusi pada PTG dan salah satunya adalah faktor kepribadian seseorang sebelum peristiwa traumatis terjadi. Faktor-faktor ini dapat berupa harapan, ekstraversi, keterbukaan terhadap ide baru, kreativitas, dan kelekatan pada orang tua. Faktor-faktor ini berpengaruh pada PTG dengan berbagai cara: harapan membuat seseorang merevisi tujuan hidup, perspektif, dan perilaku seseorang; ekstraversi dan keterbukaan bergantung pada tingkat stres dan strategi koping; dan kelekatan diperkirakan berhubungan dengan koping intrapersonal dan dukungan sosial, tetapi masih dijumpai inkonsistensi dalam beberapa penelitian.15 12George A. Bonanno et al., “Weighing the Costs of Disaster: Consequences, Risks, and Resilience in Individuals, Families, and Communities,” Psychological Science in the Public Interest 11, no. 1 (Januari 2010): 3. 13Tedeschi et al., Posttraumatic Growth, 6. 14Richard G. Tedeschi dan Lawrence G. Calhoun, “The Posttraumatic Growth Inventory: Measuring the Positive Legacy of Trauma,” Journal of Traumatic Stress 9, no. 3 (Juli 1996): 455. 15Tedeschi et al., Posttraumatic Growth, 45–46. 5 Sejak pengonsepan awal teori PTG, teori koping dihubungkan dengan proses pertumbuhan menuju PTG.16 Lazarus dan Folkman mendefinisikan koping sebagai upaya kognitif dan perilaku yang terus berubah untuk mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal tertentu yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya orang tersebut.17 Dalam hubungannya dengan PTG, penelitian Schmidt, Blank, Bellizzi, dan Park menunjukkan bahwa koping intrapersonal adalah prediktor terbaik terhadap PTG, tetapi penelitian ini tidak menentukan jenis trauma secara spesifik yang dialami oleh responden.18 Sementara itu, hasil penelitian terhadap penyintas gempa Wenchuan tahun 2009 menunjukkan bahwa pola koping baik yang negatif dan positif memiliki hubungan yang signifikan dengan empat dari lima luaran PTG untuk menyesuaikan dengan budaya setempat,19 sedangkan pada penyintas gempa Haiti tahun 2010 dijumpai bahwa koping religius positif merupakan prediktor terbaik bagi PTG. Namun, pada penelitian tersebut disebutkan pula tentang adanya perbedaan budaya, di antaranya vodou yang dipahami sebagai bentuk religiositas bagi orang Haiti, tetapi dipahami sebagai ilmu hitam dalam budaya awal PTG, yaitu Amerika Serikat.20 Berdasarkan beberapa penelitian pada penyintas bencana yang telah dilakukan 16Ibid., 41. 17Richard S. Lazarus dan Susan Folkman, Stress, Appraisal, and Coping (New York: Springer, 1984), 141. 18Steven D. Schmidt et al., “Posttraumatic Growth Reported by Emerging Adults: A Multigroup Analysis of the Roles of Attachment, Support, and Coping,” Current Psychology 38, no. 5 (Oktober 2019): 1231. 19Jing Guo et al., “Coping Style and Posttraumatic Growth among Adult Survivors 8 Years after the 2008 Wenchuan Earthquake in China,” Personality and Individual Differences 111 (Juni 2017): 35. 20Jean Kesnold Mesidor dan Kaye F. Sly, “Religious Coping, General Coping Strategies, Perceived Social Support, PTSD Symptoms, Resilience, and Posttraumatic Growth among Survivors of the 2010 Earthquake in Haiti,” Mental Health, Religion & Culture 22, no. 2 (Februari 2019): 139. 6 tersebut, dibutuhkan suatu penelitian khusus untuk mengamati hubungan koping dan PTG pada penyintas bencana Palu yang berbeda secara budaya dengan subjek penelitian terdahulu. Kemampuan koping ini kemudian dapat dikaji bagi masyarakat Palu dan sekitarnya dan juga masyarakat daerah rawan gempa secara umum untuk mengatasi berbagai trauma akibat bencana alam. Faktor kepribadian lain yang berhubungan dengan PTG adalah kelekatan. Kelekatan merupakan sistem perilaku individu yang muncul sejak bayi sebagai bentuk interaksi adaptasi individu dengan lingkungannya, terkhusus interaksi dengan figur utama yang umumnya adalah ibu.21 Interaksi antara individu dan figur utama ini merupakan interaksi pola asuh yang disebut dengan kelekatan pada orang tua. Pola kelekatan ini umumnya berlanjut hingga dewasa karena adanya kecenderungan individu untuk tetap mempertahankan pola yang ada,22 dan menjadi pola kelekatan individu dengan figur-figur lain pada kemudian hari. Kelekatan pada figur-figur lain dapat berupa kelekatan dengan saudara, kelekatan dengan teman dan teman-teman sebaya, kelekatan dengan pasangan romantis, dan kelekatan dengan anak.23 Dengan adanya berbagai bentuk kelekatan yang disebutkan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengamati hubungan pola asuh yang diterima individu dalam bentuk kelekatan pada orang tua dengan PTG. 21John Bowlby, Attachment and Loss, vol. 1, Attachment (New York: Basic Books, 1982), 155. 22John. Bowlby, A Secure Base: Parent-Child Attachment and Healthy Human Development (New York: Basic Books, 1988), 126. 23Lisa J. Berlin, Jude Cassidy, dan Karen Appleyard, “The Influence of Early Attachments on Other Relationships,” dalam Handbook of Attachment: Theory, Research, and Clinical Applications, ed. Jude Cassidy dan Phillip R. Shaver, ed. ke-2 (New York: Guilford, 2008), 335–343. 7 Mary Ainsworth mengelompokkan pola kelekatan dalam tiga kategori berdasar pengamatan dari studi empiris yang dilakukannya pada tahun 1969. Pola kelekatan tersebut adalah pola kelekatan aman dan pola kelekatan tak aman yang dibagi menjadi pola kelekatan cemas–menghindar dan pola kelekatan cemas– ambivalen.24 Pada tahun 1986, Main dan Solomon kemudian menambahkan pola kelekatan tak aman tak terorganisir/disorientasi.25 Dari hasil penelitian longitudinal terhadap berbagai pola kelekatan tersebut, anak dengan pola kelekatan aman didapati berkembang menjadi individu yang positif dalam hal relasi dan strategi dalam merancang masa depan. Sebaliknya, anak dengan pola kelekatan tak aman akan menjadi pribadi yang negatif dalam hal relasi dan juga merancang masa depan.26 Dalam hubungannya dengan PTG, dijumpai berbagai penelitian yang menunjukkan hasil yang saling berbeda antara hubungan kelekatan dan PTG. Penelitian Dekel terhadap istri mantan tahanan perang mengenai kelekatan dewasa dan PTG menyatakan bahwa kelekatan tak aman berhubungan secara positif dengan PTG.27 Hasil yang sama diperoleh dari penelitian hubungan kelekatan dewasa dan PTG yang dilakukan oleh Arikan dan Karanci terhadap mahasiwa Turki yang mengalami berbagai jenis trauma. Kedua penelitian ini menyatakan bahwa individu 24Bowlby, A Secure Base, 167. 25Roger Kobak dan Stephanie Madsen, “Disruptions in Attachment Bonds: Implications for Theory, Research, and Clinical Intervention,” dalam Handbook of Attachment: Theory, Research, and Clinical Applications, ed. Jude Cassidy dan Phillip R. Shaver, ed. ke-2 (New York: Guilford, 2008), 36. 26Lee A. Kirkpatrick, Attachment, Evolution, and the Psychology of Religion (New York: Guilford, 2005), 42. 27R. Dekel, “Posttraumatic Distress and Growth among Wives of Prisoners of War: The Contribution of Husbands’ Posttraumatic Stress Disorder and Wives’ Own Attachments,” American Journal of Orthopsychiatry 77, no. 3 (Juli 2007): 424. 8 yang memiliki kelekatan aman cenderung tidak mengalami tantangan pada keyakinan inti mereka, melainkan hanya mengalami penguatan terhadap keyakinan inti mereka.28 Dengan perkataan lain, individu yang memiliki kelekatan tak aman mengalami tantangan pada keyakinan inti mereka dan mengalami perubahan positif yang mengarah pada PTG, sedangkan individu dengan kelekatan aman tidak mengalami perubahan tantangan keyakinan sehingga tidak mengalami PTG. Berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut, penelitian Salo, Qouta, dan Punämaki yang menyatakan bahwa kelekatan aman berperan sebagai pelindung untuk munculnya PTG. Penelitian ini dilakukan terhadap mantan tahanan politik untuk mengamati hubungan antara kelekatan dewasa dengan PTG.29 Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Schmidt, Blank, Bellizzi, dan Park yang melakukan penelitian terhadap penyintas kanker bahwa individu dengan kelekatan aman memiliki strategi koping aktif yang mengarah pada PTG.30 Sementara itu, penelitian pada penyintas bencana gempa Wenchuan 2008 yang dilakukan Zhou, Zhen, dan Wu juga menyatakan bahwa kelekatan orang tua memiliki pengaruh langsung maupun tak langsung pada PTG melalui keyakinan akan keadilan dan perasaan aman melalui penilaian ulang kognitif. Namun, penelitian ini hanya menilai tiga luaran dari total lima luaran berdasarkan teori PTG.31 28Gizem Arikan dan Nuray Karanci, “Attachment and Coping as Facilitators of Posttraumatic Growth in Turkish University Students Experiencing Traumatic Events,” Journal of Trauma and Dissociation 13, no. 2 (2012): 220. 29Jari Salo, Samir Qouta, dan Raija-Leena Punamäki, “Adult Attachment, Posttraumatic Growth and Negative Emotions Among Former Political Prisoners,” Anxiety, Stress, and Coping 18, no. 4 (2005): 373. 30Schmidt et al., “Posttraumatic Growth Reported,” 7. 31Xiao Zhou, Rui Zhen, dan Xinchun Wu, “How Does Parental Attachment Contribute to Posttraumatic Growth Among Adolescents Following an Earthquake? Testing a Multiple Mediation Model,” European Journal of Psychotraumatology 10, no. 1 (Mei 2019): 7. 9 Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hal yang saling berbeda, dan penelitian mengenai kelekatan dan PTG pada penyintas bencana menunjukkan hubungan positif antara kelekatan aman dan tiga luaran PTG. Jadi, penelitian ini bertujuan untuk mengamati hubungan antara kelekatan dengan orang tua dan keseluruhan luaran PTG, yaitu lima luaran PTG bagi penyintas bencana Palu 2018. Karena masyarakat Palu dan sekitarnya yang tinggal di daerah rawan bencana perlu memiliki kemampuan khusus dalam menghadapi bencana, dalam hal terdapat hubungan antara kelekatan pada orang tua dengan PTG maka pola asuh orang tua dapat menjadi faktor perlu yang diperhatikan oleh masyarakat Palu dan sekitarnya dan juga masyarakat daerah rawan gempa secara umum. Dari berbagai uraian di atas, PTG merupakan suatu proses dan/atau suatu hasil positif dari peristiwa trauma yang dialami individu yang diharapkan terjadi bagi penyintas.32 Tedeschi et al. menyatakan bahwa pertumbuhan yang terjadi bukanlah suatu hal yang direncanakan dan tak terduga, melainkan dapat difasilitasi dengan intervensi tertentu.33 Sesuai dengan tema penelitian, jika PTG memiliki hubungan dengan koping dan kelekatan pada orang tua, PTG dapat difasilitasi dengan intervensi berupa edukasi pada masyarakat terhadap berbagai bentuk koping dan edukasi pada orang tua untuk pembentukan pola kelekatan aman anak pada orang tua. Intervensi ini dapat dilakukan secara khusus pada masyarakat Palu dan sekitarnya serta masyarakat daerah rawan bencana secara umum. Oleh sebab itu, penelitian berfokus pada hubungan koping dan kelekatan pada orang tua dengan PTG sebagai akibat dari trauma yang ditimbulkan oleh bencana alam Palu di tahun 2018. Secara khusus, 32Tedeschi et al., Posttraumatic Growth, 25. 33Ibid., 5. 10 penelitian ini diharapkan memberikan masukan yang berguna bagi masyarakat Palu dan sekitarnya terkait adanya kemungkinan berulangnya peristiwa bencana alam. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan, penulis mengajukan beberapa rumusan permasalahan melalui pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara koping dan posttraumatic growth pada penyintas bencana Palu 2018? 2. Apakah terdapat hubungan antara kelekatan pada orang tua dan posttraumatic growth pada penyintas bencana Palu 2018? Kerangka penelitian tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut: Koping Posttraumatic Growth Kelekatan Pada Orang Tua Gambar 2 Kerangka Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui jawaban dari perumusan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya: 11 1. Ada atau tidaknya hubungan antara koping dengan posttraumatic growth pada penyintas bencana Palu 2018. 2. Ada atau tidaknya hubungan antara kelekatan pada orang tua dengan posttraumatic growth pada penyintas bencana Palu 2018. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara koping dengan posttraumatic growth (PTG) pada penyintas bencana Palu 2018. Makin tinggi kemampuan koping makin tinggi pula posttraumatic growth (PTG) pada penyintas bencana Palu 2018. 2. Terdapat hubungan antara kelekatan pada orang tua dengan posttraumatic growth (PTG) pada penyintas bencana Palu 2018. Makin aman kelekatan pada orang tua makin tinggi pula posttraumatic growth (PTG) pada penyintas bencana Palu 2018. Manfaat Penelitian Dengan melakukan studi dan penelitian atas rumusan permasalahan yang telah disampaikan di atas, penulis berharap pertanyaan-pertanyaan permasalahan di atas mendapatkan jawaban yang berguna bagi semua kalangan baik penulis sendiri, subjek penelitian, para orang tua, dan juga masyarakat daerah rawan bencana. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam pemahaman mengenai posttraumatic growth pada masyarakat, begitu pula faktor-faktor pendukung pertumbuhan tersebut. Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan pemahaman 12 atas hubungan koping dan kelekatan pada orang tua dengan posttraumatic growth. Dengan demikian, pihak-pihak terkait (orang tua, gereja, sekolah, pemerintah) dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai gambaran untuk melakukan tindakan preventif maupun kuratif demi terbentuknya pertumbuhan ini. Cakupan dan Batasan Penelitian Sampel responden yang diambil dalam penelitian ini adalah masyarakat dewasa awal (emerging adult) dengan rentang usia 18-29 tahun,34 dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang mengalami bencana Palu 2018 (gempa, dan/atau tsunami, dan/atau likuefaksi) secara langsung. Emerging adult merupakan istilah yang dicetuskan Arnett untuk menggambarkan individu yang tinggal di negara industri yang sedang berada pada usia peralihan yang penting dalam hidupnya, yaitu masa yang berisikan banyak peluang dalam hidup pada masa depan, tetapi keputusan terhadap berbagai pilihan belum diambil. Pilihan-pilihan yang dimaksudkan antara lain hidup berkeluarga, pekerjaan, dan juga wawasan dunia.35 Berdasar hal tersebut, peneliti memilih rentang usia ini karena responden berada dalam usia produktif dan penuh potensi untuk mengembangkan diri dan juga masyarakat. Variabel penelitian dalam penelitian ini akan dibatasi pada kemampuan koping individu, kelekatan individu pada orang tuanya, serta posttraumatic growth (PTG) 34Jeffrey Jensen Arnett, Emerging Adulthood: The Winding Road from the Late Teens Through the Twenties, ed. ke-2 (New York: Oxford University Press, 2015), 7, diakses 14 Oktober 2021, https://doi.org/10.1093/acprof:oso/9780199929382.001.0001. 35Jeffrey Jensen Arnett, “Emerging Adulthood: A Theory of Development from the Late Teens Through the Twenties,” American Psychologist 55, no. 5 (Mei 2000): 469. 13 yang dialami individu. Penelitian ini dilakukan tiga tahun setelah bencana (tahun 2021) dengan pertimbangan telah terbentuk proses maupun hasil PTG pada responden penyintas. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian dibagi menjadi enam bab dengan susunan yang disampaikan berikut. Bab pertama berisi pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis, manfaat penelitian, cakupan dan batasan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi tinjauan kepustakaan yang menjelaskan tiga variabel penelitian, yaitu posttraumatic growth (PTG), koping, dan kelekatan pada orang tua. Selain itu, disampaikan pula tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara koping dan PTG dan juga hubungan antara kelekatan pada orang tua dan PTG. Bab ketiga berisi tinjauan teologis dari Alkitab secara naratif mengenai PTG yang terjadi dalam kehidupan Yusuf, anak kesayangan Yakub yang sebelumnya mengalami peristiwa-peristiwa traumatis yang tercatat dalam kitab Kejadian 37-50. Studi narasi bagian ini dilakukan menggunakan kritik biblikal–psikologis dengan pendekatan teori trauma. Bab keempat berisi metode penelitian yang mencakup desain penelitian, variabel penelitian, definisi konseptual dan operasional, populasi dan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, alat ukur penelitian, prosedur penelitian, teknik analisis data, dan keterbatasan penelitian. 14 Bab kelima berisi hasil penelitian dari uji statistika yang dilakukan setelah pengumpulan data, diskusi hasil penelitian, dan refleksi alkitabiah terhadap narasi dan hasil penelitian. Bab keenam sebagai bab terakhir berisi kesimpulan, saran, dan implikasi yang dapat menyediakan sumbangsih informasi dan pengetahuan yang akan mendasari penelitian-penelitian selanjutnya. 15 DAFTAR KEPUSTAKAAN Ainsworth, Mary D. Salter. “Attachments Beyond Infancy.” American Psychologist 44, no. 4 (April 1989): 709–716. Alter, Robert. The Art of Biblical Narrative. Ed. Revisi. New York: Basic Books, 2011. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders: DSM-5. Arlington: American Psychiatric Association, 2013. American Psychological Association. Clinical Practice Guideline for the Treatment of PTSD. Washington: American Psychological Association, 2017. Arikan, Gizem dan Nuray Karanci. “Attachment and Coping as Facilitators of Posttraumatic Growth in Turkish University Students Experiencing Traumatic Events.” Journal of Trauma and Dissociation 13, no. 2 (2012): 209–225. Arnett, Jeffrey Jensen. “Emerging Adulthood: A Theory of Development from the Late Teens Through the Twenties.” American Psychologist 55, no. 5 (Mei 2000): 469–480. ———. Emerging Adulthood: The Winding Road from the Late Teens Through the Twenties. Ed. ke-2. New York: Oxford University Press, 2015. Diakses Oktober 14, 2021. https://doi.org/10.1093/acprof:oso/9780199929382.001.0001. Baral, Ishwari Adhikari dan K.C. Bhagawati. “Post Traumatic Stress Disorder and Coping Strategies Among Adult Survivors of Earthquake, Nepal.” BMC Psychiatry 19, no. 118 (April 2019): 1–8. Diakses 29 Agustus 2021. https://doi.org/10.1186/s12888-019-2090-y. Bekins, Peter. “Tamar and Joseph in Genesis 38 and 39.” Journal for the Study of the Old Testament 40, no. 4 (Juni 2016): 375–397. Berlin, Lisa J., Jude Cassidy, dan Karen Appleyard. “The Influence of Early Attachments on Other Relationships.” Dalam Handbook of Attachment: Theory, Research, and Clinical Applications, diedit oleh Jude Cassidy dan Phillip R. Shaver, 333–347. Ed. ke-2. New York: Guilford, 2008. Biggs, Amanda, Paula Brough, dan Suzie Drummond. “Lazarus and Folkman’s Psychological Stress and Coping Theory.” Dalam The Handbook of Stress and Health: A Guide to Research and Practice, diedit oleh Cary L. Cooper dan James Campbell Quick, 349–364. Chichester: John Wiley & Sons, 2017. Diakses 1 Juni 2021. http://doi.wiley.com/10.1002/9781118993811.ch21. 123 Birnbaum, A. “Jacob and Joseph: A Biblical Case Study of Posttraumatic Stress Disorder.” Journal of Aggression, Maltreatment and Trauma 14, no. 4 (Juli 2007): 75–86. Bisson, Jonathan I. “Psychological and Social Theories of Post-Traumatic Stress Disorder.” Psychiatry 8, no. 8 (Agustus 2009): 290–292. Bonanno, George A., Chris R. Brewin, Krzysztof Kaniasty, dan Annette M. La Greca. “Weighing the Costs of Disaster: Consequences, Risks, and Resilience in Individuals, Families, and Communities.” Psychological Science in the Public Interest 11, no. 1 (Januari 2010): 1–49. Bowlby, John. A Secure Base: Parent-Child Attachment and Healthy Human Development. New York: Basic Books, 1988. ———. Attachment and Loss. Vol. 1. Attachment. New York: Basic Books, 1982. Bracha, H.S., T.C. Ralston, J.M. Matsukawa, A E. Williams, dan A.S. Bracha. “Does ‘Fight or Flight’ Need Updating?” Psychosomatics 45, no. 5 (Oktober 2004): 448–449. Carver, Charles S. dan Michael F. Scheier. “Optimism, Coping, and Well-Being.” Dalam The Handbook of Stress and Health: A Guide to Research and Practice, diedit oleh Cary L. Cooper dan James Campbell Quick, 400–414. Chichester: John Wiley & Sons, 2017. Diakses 1 Juni 2021. http://doi.wiley.com/10.1002/9781118993811.ch24. Cassidy, Jude. “The Nature of the Child’s Ties.” Dalam Handbook of Attachment: Theory, Research, and Clinical Applications, diedit oleh Jude Cassidy dan Phillip R. Shaver, 3–22. Ed. ke-2. New York: Guilford, 2008. Clark-Carter, David. Quantitative Psychological Research: The Complete Student’s Companion. Ed. ke-4. New York: Routledge, 2019. Coolican, Hugh. Research Methods and Statistics in Psychology. Ed. ke-6. London: Psychology Press, 2014. Dekel, R. “Posttraumatic Distress and Growth among Wives of Prisoners of War: The Contribution of Husbands’ Posttraumatic Stress Disorder and Wives’ Own Attachments.” American Journal of Orthopsychiatry 77, no. 3 (Juli 2007): 419–426. Dunn, Peter K. Scientific Research and Methodology: An Introduction to Quantitative Research in Science and Health. N.p.: Bookdown, 2021. Diakses 22 Agustus 2021. https://bookdown.org/pkaldunn/Book. Folkman, Susan. “Positive Psychological States and Coping with Severe Stress.” Social Science & Medicine 45, no. 8 (Oktober 1997): 1207–1221. 124 ———. “The Case for Positive Emotions in the Stress Process.” Anxiety, Stress & Coping 21, no. 1 (Januari 2008): 3–14. Folkman, Susan dan Judith Tedlie Moskowitz. “Coping: Pitfalls and Promise.” Annual Review of Psychology 55 (Februari 2004): 745–774. Garber, David G. “Trauma Theory and Biblical Studies.” Currents in Biblical Research 14, no. 1 (Oktober 2015): 24–44. Gerber, Monica M., Adriel Boals, dan Darnell Schuettler. “The Unique Contributions of Positive and Negative Religious Coping to Posttraumatic Growth and PTSD.” Psychology of Religion and Spirituality 3, no. 4 (2011): 298–307. Greenberg, Mark T. dan Gay Armsden. “The Inventory of Parent and Peer Attachment: Individual Differences and Their Relationship to Psychological Well-Being in Adolescence.” Journal of Youth and Adolescence 16, no. 5 (Oktober 1987): 427–454. Guo, Jing, Mingqi Fu, Jia Xing, Zhiyong Qu, dan Xiaohua Wang. “Coping Style and Posttraumatic Growth among Adult Survivors 8 Years after the 2008 Wenchuan Earthquake in China.” Personality and Individual Differences 111 (Juni 2017): 31–36. Gurnsey, Frederick Norman. Statistics for Research in Psychology : A Modern Approach Using Estimation. Thousand Oaks: SAGE, 2018. Hamby, Sherry, John H. Grych, dan Victoria Banyard. “Coping Scale.” ResearchGate (Juni 2015). Diakses 30 Agustus 2021. http://doi.org/10.13140/RG.2.1.3094.0001. Harrison, Virginia, Richard Kemp, Nicola Brace, dan Rosemary Snelgar. SPSS for Psychologists. Ed. ke-7. London: Red Globe, 2021. Hauw, Andreas dan Betty Tjipta Sari. “Good Character Deserves Respect and Must Be the Hero! How Chinese Women in Indonesia Perceive Syrophoenician Woman and Jesus in Mark 7.24-30.” European Journal of Science and Theology 18, no. 2 (April 2022): 41–60. Holmes, Thomas H. dan Richard H. Rahe. “The Social Readjustment Rating Scale.” Journal of Psychosomatic Research 11, no. 2 (Agustus 1967): 213–218. Jin, Yuchang, Jiuping Xu, dan Dongyue Liu. “The Relationship Between Post Traumatic Stress Disorder and Post Traumatic Growth: Gender Differences in PTG and PTSD Subgroups.” Social Psychiatry and Psychiatric Epidemiology 49, no. 12 (Desember 2014): 1903–1910. Kille, D. Andrew. Psychological Biblical Criticism. Guides to Biblical Scholarship. Minneapolis: Fortress, 2001. 125 Kirkpatrick, Lee A. Attachment, Evolution, and the Psychology of Religion. New York: Guilford, 2005. Kobak, Roger dan Stephanie Madsen. “Disruptions in Attachment Bonds: Implications for Theory, Research, and Clinical Intervention.” Dalam Handbook of Attachment: Theory, Research, and Clinical Applications, diedit oleh Jude Cassidy dan Phillip R. Shaver, 23–47. Ed. ke-2. New York: Guilford, 2008. Lazarus, Richard S. dan Susan Folkman. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer, 1984. Ledesma, Janet. “Conceptual Frameworks and Research Models on Resilience in Leadership.” SAGE Open 4, no. 3 (Agustus 2014): 1–8. Malayil, Eldho. “Reunion of Joseph and His Brothers: Narrative Analysis of Genesis 42: 1-12.” Hekamtho 5, no. 2 (Maret 2020): 79–102. Mann, Samuel J. “Joseph and His Brothers: A Biblical Paradigm for the Optimal Handling of Traumatic Stress.” Journal of Religion and Health 40, no. 3 (Fall 2001): 335–342. McConville, J.G. “Forgiveness as Private and Public Act: A Reading of the Biblical Joseph Narrative.” Catholic Biblical Quarterly 75, no. 4 (Oktober 2013): 635– 648. Mesidor, Jean Kesnold dan Kaye F. Sly. “Religious Coping, General Coping Strategies, Perceived Social Support, PTSD Symptoms, Resilience, and Posttraumatic Growth among Survivors of the 2010 Earthquake in Haiti.” Mental Health, Religion & Culture 22, no. 2 (Februari 2019): 130–143. Noone, Peter A. “The Holmes-Rahe Stress Inventory.” Occupational Medicine 67, no. 7 (Oktober 2017): 581–582. O’Connor, Maja dan Ask Elklit. “Attachment Styles, Traumatic Events, and PTSD: A Cross-Sectional Investigation of Adult Attachment and Trauma.” Attachment and Human Development 10, no. 1 (Maret 2008): 59–71. Polliack, Meira. “Joseph’s Trauma: Memory and Resolution.” Dalam Performing Memory in Biblical Narrative and Beyond, diedit oleh Athalya Brenner dan Frank H. Polak, 65–98. Amsterdam Studies in the Bible and Religion 3. Sheffield: Sheffield Phoenix, 2009. Powell, Mark Allan. What Is Narrative Criticism? Guides to Biblical Scholarship. Minneapolis: Fortress, 1990. Raja, Shyamala Nada, Rob McGee, dan Warren R. Stanton. “Perceived Attachments to Parents and Peers and Psychological Well-Being in Adolescence.” Journal of Youth and Adolescence 21, no. 4 (Agustus 1992): 471–485. 126 Razali, Nornadiah Mohd dan Yap Bee Wah. “Power Comparisons of Shapiro-Wilk, Kolmogorov-Smirnov, Lilliefors and Anderson-Darling Tests.” Journal of Statistical Modeling and Analytics 2, no. 1 (2010): 21–33. Salo, Jari, Samir Qouta, dan Raija-Leena Punamäki. “Adult Attachment, Posttraumatic Growth and Negative Emotions Among Former Political Prisoners.” Anxiety, Stress, and Coping 18, no. 4 (2005): 361–378. Schmidt, Steven D., Thomas O. Blank, Keith M. Bellizzi, dan Crystal L. Park. “Posttraumatic Growth Reported by Emerging Adults: A Multigroup Analysis of the Roles of Attachment, Support, and Coping.” Current Psychology 38, no. 5 (Oktober 2019): 1225–1234. Schmidt, Steven D., Thomas O. Blank, Crystal L. Park, dan Keith M. Bellizzi. “The Relationship of Coping Strategies, Social Support, and Attachment Style with Posttraumatic Growth in Cancer Survivors.” Journal of Health Psychology 17, no. 7 (Oktober 2012): 1033–1040. Shean, Mandie. Current Theories Relating to Resilience and Young People: A Literature Review. Melbourne: Victorian Health Promotion Foundation, 2015. Diakses 14 Oktober 2021. https://www.vichealth.vic.gov.au/~/media/resourcecentre/publicationsandreso urces/mental%20health/current%20theories%20relating%20to%20resilience% 20and%20young%20people.pdf?la=en. Spialek, Matthew L., J. Brian Houston, dan Kyle C. Worley. “Disaster Communication, Posttraumatic Stress, and Posttraumatic Growth Following Hurricane Matthew.” Journal of Health Communication 24, no. 1 (Januari 2019): 65–74. Spring, Chaim dan Jay Shapiro. “The Enigma of the Joseph Narrative.” Jewish Bible Quaterly 35, no. 4 (Oktober-Desember 2007): 260–268. Strauss, William dan Neil Howe. Generations: The History of America’s Future 1584 to 2069. New York: William Morrow, 1991. Sykora, Josef. “The Mission that Transforms: A Development of Joseph’s Character in Genesis 37-50.” Canadian Theological Review 4, no. 2 (2015): 11–18. Tedeschi, Richard G., dan Lawrence G. Calhoun. “Posttraumatic Growth: Conceptual Foundations and Empirical Evidence.” Psychological Inquiry 15, no. 1 (2004): 1–18. ———. “The Posttraumatic Growth Inventory: Measuring the Positive Legacy of Trauma.” Journal of Traumatic Stress 9, no. 3 (Juli 1996): 455–471. Tedeschi, Richard G., Jane Shakespeare-Finch, Kanako Taku, dan Lawrence G. Calhoun. Posttraumatic Growth: Theory, Research, and Applications. New York: Routledge, 2018. 127 Tian, Yuxin, Jieling Chen, dan Xinchun Wu. “Parental Attachment, Coping, and Psychological Adjustment among Adolescents Following an Earthquake: A Longitudinal Study.” Anxiety, Stress, and Coping 33, no. 4 (Juli 2020): 429– 439. Tracy, Scott. “Natural Disasters and First Responder Mental Health.” Dalam Trauma Counseling: Theories and Interventions, diedit oleh Lisa Lopez Levers. New York: Springer, 2012. Tuval-Mashiach, Rivka, Sara Freedman, Neta Bargai, Rut Boker, Hilit Hadar, dan Arieh Y. Shalev. “Coping with Trauma: Narrative and Cognitive Perspectives.” Psychiatry 67, no. 3 (Fall 2004): 280–293. Wolf, Herbert. Pengenalan Pentateukh. Diterjemahkan oleh tim Gandum Mas. Malang: Gandum Mas, 1998. Xu, Jiuping dan Yuan He. “Psychological Health and Coping Strategy Among Survivors in the Year Following the 2008 Wenchuan Earthquake.” Psychiatry and Clinical Neurosciences 66, no. 3 (April 2012): 210–219. Zhou, Xiao, Rui Zhen, dan Xinchun Wu. “How Does Parental Attachment Contribute to Posttraumatic Growth Among Adolescents Following an Earthquake? Testing a Multiple Mediation Model.” European Journal of Psychotraumatology 10, no. 1 (Mei 2019): 1–9. 128